TPA Sarimukti Kian Penuh, Pemkot Cimahi Dorong Kemandirian Pengelolaan Sampah


Wakil Wali Kota Cimahi, Adithia Yudhistira

SURAT KABAR - CIMAHI - Pemerintah Kota Cimahi menegaskan bahwa pembatasan ritase pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti menjadi salah satu faktor utama penumpukan sampah di sejumlah titik kota. 

Meski demikian, Pemkot Cimahi menegaskan komitmennya untuk memperkuat gerakan pemilahan dan pengolahan sampah berbasis teknologi sebagai langkah strategis dalam mengatasi persoalan lingkungan yang kian mendesak.

Wakil Wali Kota Cimahi Adhitia Yudisthira menjelaskan, pembatasan ritase tersebut bukan kebijakan daerah, melainkan akibat dari keterbatasan kapasitas TPA Sarimukti yang tidak lagi mampu menampung volume sampah dari wilayah Bandung Raya.

“Pembatasan ritase ke TPA Sarimukti lebih disebabkan aspek teknis di lapangan. Lagi-lagi TPA Sarimukti tidak mampu menampung volume sampah dari Bandung Raya sehingga ada pengurangan jumlah ritase. Dampaknya, di Cimahi ada beberapa titik timbulan sampah yang menggunung. Ini akan kita carikan solusinya,” ujarnya saat ditemui di Pemkot Cimahi, Jalan Raden Demang Hardjakusumah, Selasa (7/10/2025).

Menurut Adhitia, Pemkot Cimahi terus berupaya melakukan komunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menambah kuota ritase yang selama ini dibatasi.

“Kita terus lobby agar provinsi membuka kembali slot ritase yang selama ini dimiliki Kota Cimahi sebanyak 17 ritase," jelasnya.

Sambil menunggu hasil lobi dengan Pemprov Jabar, Pemkot Cimahi mendorong masyarakat untuk tetap konsisten menjalankan program pemilahan sampah di rumah tangga. 

Gerakan Hari Organik-Hari Anorganik (HO-HA) yang digagas Pemkot Cimahi disebut telah menunjukkan hasil positif.

“Gerakan Hari Organik-Hari Anorganik terus berjalan. Dampaknya sudah luar biasa di Cimahi. Masyarakat sangat responsif, dan kami sangat mengapresiasi. Proses pemilahan yang tadinya diasumsikan bisa mereduksi 30 sampai 35 persen, ternyata mencapai hingga 60 persen. Jadi, pemilahan harus terus berjalan. Kalau ritase kembali normal, penumpukan sampah bisa kita atasi dengan pengangkutan ke TPA Sarimukti,” paparnya.

Selain fokus pada edukasi pemilahan, Pemkot Cimahi juga tengah melobi pemerintah pusat agar memperoleh bantuan mesin pengolah sampah seperti yang telah beroperasi di TPST Santiong.

“Mudah-mudahan di anggaran perubahan 2025 ini kita bisa dapat bantuan mesin pengolah sampah seperti di TPST Santiong. Sehingga nanti ada dua TPST di wilayah Cimahi Utara dan Cimahi Selatan,” imbuhnya.

Adhitia menambahkan, mesin pengolah tersebut akan memproduksi Refuse Derived Fuel (RDF) bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari sampah nonorganik dan memiliki nilai ekonomi.

“Menurut Menteri Lingkungan Hidup, fokus utama pengolahan sampah yang menggunakan teknologi harus memiliki dampak ekonomi dan tidak menimbulkan polusi. Kalau menggunakan teknologi termal belum ada parameter penelitian yang benar-benar terbukti efektif," kata Adhitia.

Lebih lanjut, di TPST Santiong sekarang sudah mengolah sampah di atas 35 ton per hari, sehingga cukup membantu, dan tinggal pemerintah carikan penampungnya. 

"Beberapa pabrik di Cimahi yang masih menggunakan batubara sudah mulai berminat memakai RDF buatan kita, jadi bisa memberi manfaat ekonomi,” jelasnya.

Sebagai langkah pendukung, Pemkot Cimahi juga telah menganggarkan biaya sewa lahan di kawasan Cimahi Selatan untuk dijadikan lokasi pengolahan sampah tambahan.

“Gudang atau bekas pabrik yang sudah tidak berfungsi akan kita sewa dan jadikan tempat pengolahan sampah. Mudah-mudahan bisa dieksekusi di tahun anggaran 2025," tandasnya. 

Dengan strategi berlapis ini mulai dari penguatan gerakan pemilahan, penerapan teknologi pengolahan sampah, hingga pemanfaatan RDF.

Pemkot Cimahi menegaskan keseriusannya menata sistem pengelolaan sampah yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan berorientasi pada ekonomi sirkular. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar