Agenda ini menjadi tonggak penting penguatan kerja sama internasional dalam meningkatkan kualitas gizi, kesehatan masyarakat, sekaligus ketahanan pangan.
Dalam kunjungan tersebut hadir Miss Christine Roy, representatif pemerintah Kanada sekaligus perwakilan Nutrition International.
Organisasi non-pemerintah ini telah lama aktif di Indonesia sejak 2006, dengan fokus utama pada kesehatan perempuan, ibu hamil, serta anak-anak.
Wakil Wali Kota Cimahi, Adithia Yudhistira, menyambut langsung delegasi tersebut. Ia menegaskan, keberlanjutan kolaborasi dengan Nutrition International membawa dampak signifikan, terutama dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih inklusif.
“Nutrition International sudah sejak 2006 konsen dalam penanganan kesehatan perempuan, ibu, dan anak di berbagai daerah di Indonesia. Khususnya di Cimahi, program ini sangat luar biasa. Tahun ini kita kedatangan lagi, dan tahun depan Insya Allah akan lebih banyak bantuan serta kerja sama yang dijalankan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Kanada,” ungkap Adithia.
Salah satu bentuk nyata implementasi program adalah dukungan rutin berupa distribusi tablet tambah darah dan intervensi gizi lain untuk mencegah anemia serta menurunkan angka stunting.
Menurut Adithia, kontribusi ini menjadi penopang penting pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan mendasar keluarga-keluarga di Cimahi.
“Selain anemia, angka stunting juga jadi perhatian utama. Banyak sekali intervensi yang sudah diberikan Nutrition International dan pemerintah Kanada, terutama dalam bentuk tablet penambah darah serta dukungan gizi lain yang sangat dibutuhkan,” jelasnya.
Tak hanya berhenti pada intervensi gizi, kerja sama ini juga mulai merambah isu strategis lain, yakni fortifikasi pangan.
Adithia menilai langkah tersebut sebagai jawaban untuk mengatasi keterbatasan sumber daya pangan sekaligus mencegah malnutrisi di masyarakat.
“Kita masih butuh sosialisasi yang masif tentang apa itu fortifikasi pangan. Fortifikasi ini adalah jawaban untuk keterbatasan bahan baku yang kita miliki. Misalnya, Cimahi punya MBG, harapannya bahan bakunya bisa dipenuhi dari wilayah sekitar. Tapi kenyataannya kita belum punya. Maka salah satu jawabannya adalah fortifikasi pangan,” terangnya.
Fortifikasi pangan, menurut Adithia, bukan sekadar memenuhi perut, tetapi memastikan kualitas gizi di setiap sajian makanan.
Ia menyoroti fenomena malnutrisi yang seringkali bukan karena kurang makan, melainkan rendahnya kandungan gizi dalam makanan sehari-hari.
“Asal kenyang tapi gizinya tidak ada, ini masalah yang sering terjadi. Padahal dua hal ini berbeda. Antara kebutuhan dasar pangan dengan kualitas gizi yang harus disajikan secara simultan,” ujarnya.
Selain fokus pada gizi, Pemkot Cimahi juga memperluas perhatian pada aspek keamanan pangan.
Adithia menyampaikan, pada Rabu (1/10/2025), pemerintah kota akan menginisiasi pertemuan dengan Forkopimda, stakeholder, serta 17 penanggung jawab SPPG (Sistem Penyelenggaraan Pangan dan Gizi) Cimahi.
“Besok akan kita inisiasi bersama Forkopimda dan stakeholder, khususnya penanggung jawab SPPG di Cimahi. Ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya keracunan. Dari berbagai kasus keracunan di daerah lain, penyebab umumnya hanya dua bakteri. Itu semua sebenarnya bisa dicegah,” jelasnya.
Lewat inisiatif ini, pemerintah berharap sistem keamanan pangan di Cimahi semakin kuat, sekaligus mendukung program gizi yang kini mendapat dukungan langsung dari Kanada.
Kerja sama lintas negara ini bukan sekadar bantuan teknis, melainkan juga transfer pengetahuan dan strategi jangka panjang: dari distribusi tablet tambah darah, intervensi gizi, hingga pengembangan kebijakan fortifikasi pangan dan keamanan pangan.
Adithia menutup pernyataannya dengan harapan besar.
“Mudah-mudahan semakin banyak dukungan yang bisa kita dapatkan dari Kanada melalui Nutrition International, baik di bidang kesehatan maupun aspek lain yang bisa meningkatkan kualitas hidup warga Cimahi,” tandasnya. (SAT)
0 Komentar