SDN Cibabat Mandiri 2 Cimahi Tanamkan Cinta Budaya Lewat Permainan Tradisional

SDN Cibabat Mandiri 2 Cimahi Tanamkan Cinta Budaya Lewat Permainan Tradisional

SURAT KABAR, CIMAHI – SDN Cibabat Mandiri 2, Kecamatan Cimahi Utara, menjadikan pengenalan permainan tradisional sebagai bagian dari pembelajaran rutin untuk menanamkan rasa cinta budaya di tengah maraknya penggunaan gadget di kalangan siswa. 

Kegiatan ini dilakukan setiap Jumat melalui intrakurikuler pramuka, di mana anak-anak diajak memainkan beragam permainan warisan Sunda seperti egrang, bakiak, dagongan, hingga gatrik.

Suasana ceria mengisi halaman sekolah pada Jumat pagi (15/8). Sejumlah siswa tampak berlari kecil menjaga keseimbangan di atas egrang bambu. 

Ada yang melangkah jauh, ada yang terjatuh lalu bangkit kembali. Muhammad Azis Nurhakim (11), siswa kelas VI, menjadi salah satu yang paling antusias.

“Seru. Bisa seneng-seneng, kaya kerja kelompok. Dari kecil sudah tahu permainan Sunda. Favorit saya jajangkungan, awi tapi jangkung kaya enggrang. Naik terus kaya lari, kaya egrang. Semuanya senang,” ujarnya sambil mengatur napas.

Azis mengaku, permainan tradisional sudah menjadi bagian dari kesehariannya. 

“Jarang main HP. Main tradisional. Paling buat komunikasi aja. Gurunya lucu-lucu, senang permainan Sunda,” tambahnya.

Sedangkan menurut Taufiq Ridwan, guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK), mengajak anak-anak bermain permainan tradisional di era digital bukan hal mudah. 

“Kalau sekarang kan anak-anak mainnya ke gadget, ke platform, jadi tidak main yang bergerak. Jadi agak susah untuk menerangkan ke anak. Tapi setelah kami terangkan dari awal sampai akhir, Alhamdulillah anak-anak senang dan mau mencoba permainan tradisional,” tuturnya.

Proses pengenalan dilakukan bertahap. Guru memperlihatkan peralatan, memberikan contoh, kemudian mengajak siswa mempraktikkan. 

“Sebelum bermain, kami menerangkan dulu alat-alatnya. Lalu guru mencoba terlebih dahulu sebagai contoh, kemudian anak-anak mulai mencoba,” kata Taufiq.

Permainan egrang menjadi tantangan tersendiri. 

“Guru pun hampir tidak ada yang bisa, namun saya bisa. Tapi untuk lari saya agak takut karena posisinya bukan di tanah. Egrang sebaiknya di tanah supaya cengkeramannya kuat,” ujarnya.

Tantangan lain ada pada langkah awal. Menurutnya, anak-anak biasanya pertama sulit, kedua pasti luka di kaki karena harus melepas sepatu. 

"Jadi sebelum ke anak, guru-guru yang bisa akan mencoba dulu. Setelah ada guru yang berhasil berjalan, anak-anak pun termotivasi untuk mencoba,” jelasnya.

Taufiq menambahkan, siswa kelas kecil biasanya lebih berani. 

“Yang paling antusias itu kelas 1, 2, dan 3. Kelas 4, 5, dan 6 sudah mulai malu. Kelas kecil kalau jatuh, bangun lagi, sedangkan yang besar agak segan,” katanya.

Selain permainan, sekolah juga menjalankan program “Kamis Nyunda” di mana siswa mengenakan pakaian adat Sunda dan berbahasa Sunda untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap budaya daerah.

Bagi Taufiq, melihat siswa berkeringat dan tertawa saat bermain egrang atau bakiak adalah keberhasilan tersendiri. 

"Saat diberi penjelasan mereka penasaran, lalu setelah mencoba ingin mengulang lagi, walau waktunya terbatas,” ujarnya.

Sorak tawa para siswa SDN Cibabat Mandiri 2 mengiringi rangkaian HUT RI Ke -80 dan menjadi bukti bahwa permainan tradisional tetap hidup jika ada yang mau menjaga dan mengenalkannya. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar