CIMAHI, SURAT KABAR – MTs Negeri Kota Cimahi menerapkan sistem parenting sebagai bagian dari pembinaan karakter dan pengajaran siswa di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi.
Langkah ini diambil guna mengantisipasi dampak negatif media sosial terhadap anak-anak usia SMP yang berada pada masa transisi menuju pendewasaan dan pencarian jati diri.
Kepala Sekolah MTs Negeri Kota Cimahi, Rubaitun,
mengungkapkan keprihatinannya saat melihat berbagai pihak, khususnya umat
Muslim, yang berjuang mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah gelombang
digitalisasi dan media sosial.
“Anak-anak ini, khususnya di masa SMP, sedang berada pada
tahap pencarian jati diri; masa kecilnya sudah lewat, tetapi belum dewasa,
sehingga adrenalin mereka tinggi dan segala sesuatu dicoba,” ujarnya saat
ditemui di sekolah, Kamis (14/8/2025).
Rubaitun menilai, pengaruh media sosial sangat
mengkhawatirkan. Meski pihak sekolah memiliki visi untuk tetap modern dan
memanfaatkan digitalisasi agar tidak tertinggal zaman, pengawasan terhadap
aktivitas media sosial siswa menjadi perhatian utama.
Untuk itu, MTs Negeri Cimahi menekankan kerja sama dengan
orang tua melalui program parenting. “Visi utama kita adalah berakhlak, dan ini
juga menjadi tanggung jawab guru sebagai teladan. Parenting dilakukan setahun
sekali menyesuaikan anggaran, diisi oleh narasumber luar,” jelasnya.
Dalam kegiatan parenting, orang tua dilibatkan secara aktif
dan diingatkan untuk mendukung anak dalam pembelajaran hingga sore hari,
menjaga kesehatan, serta mengingatkan tugas-tugas sekolah. “Pendidikan tidak
bisa hanya dibebankan ke sekolah atau ke rumah saja, harus sinergi,” tegas
Rubaitun.
Berdasarkan laporan bagian kesiswaan, Rubaitun menyebut
siswa MTs Negeri Cimahi tidak memiliki catatan kenakalan berat, hanya kenakalan
ringan. Guru juga diwajibkan menjadi contoh nyata dalam sikap dan perbuatan.
“Anak tidak akan percaya jika ucapan guru berbeda dengan perbuatannya,”
ujarnya.
Pembelajaran agama diperkuat melalui capaian akidah akhlak,
fikih, serta program moderasi beragama dari Kementerian Agama untuk mencegah
sikap ekstrem. Semua program ini memiliki anggaran dan dilaksanakan secara
berkelanjutan.
Selain itu, selama proses belajar, siswa dilarang membawa
telepon genggam sebagai upaya mengurangi dampak negatif media sosial. Aturan
ini diterapkan demi melindungi siswa.
Rubaitun menambahkan, pendidikan anak sejatinya berawal dari
keluarga. Namun, media sosial juga memengaruhi orang tua, yang terkadang
membiarkan anak tanpa pantauan, termasuk dalam urusan ibadah.
“Ada siswa yang tidak salat Subuh, tapi selama di sekolah
kita memastikan mereka salat Zuhur dan Asar sebelum pulang. Karena masjid
kecil, laki-laki salat di masjid, perempuan di ruangan khusus atau di kelas,
semua terpantau oleh guru pendamping,” pungkasnya. (SAT)
0 Komentar