Suarakan Pentingnya Aksi Nyata, Seruan Nasywa Nayla untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Setara dan Inklusif

Nasywa Nayla saat menyampaikan sambutan di acara perpisahan sebagai ketua pelaksana, mengulas perjalanan 3 tahun di SMA

SURAT KABAR, CIMAHI - Dalam sebuah siaran langsung bertajuk “BeraniTampil dan Siap Hadapi Kegagalan untuk Raih Mimpi” yang diselenggarakan melalui platform Instagram oleh komunitas Kejar Mimpi, sejumlah anak muda berprestasi dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa Barat, turut ambil bagian dalam menyuarakan aspirasi dan gagasan mereka mengenai pentingnya pendidikan yang transformatif.

Salah satu narasumber yang menjadi sorotan dalam kegiatan tersebut adalah Nasywa Nayla Fitriani, peraih penghargaan Best Duta GenreIndonesia Putri 2024, yang sebelumnya juga telah menorehkan berbagai prestasi mulai dari tingkat Kota Cimahi hingga nasional.

Dalam diskusi yang berlangsung secara interaktif tersebut, Nasywa mengutarakan pandangan kritisnya mengenai arah dan dinamika pendidikan Indonesia saat ini.

Menurut Nasywa, capaian dalam dunia pendidikan seharusnya tidak berhenti pada seremoni simbolik seperti penghargaan atau piala semata.

Ia menegaskan bahwa yang paling dibutuhkan oleh para pelajar berprestasi adalah terbentuknya ekosistem pengembangan berkelanjutan yang mampu memfasilitasi perjalanan prestasi secara komprehensif.

“Artinya, setelah penghargaan diberikan, perlu ada tindak lanjut yang jelas seperti program mentoring jangka panjang, pelatihan kepemimpinan lanjutan, dan kesempatan magang di lembaga-lembaga strategis,” ujar Nasywa, alumnus SMAN 5 Cimahi, saat diwawancarai pada Kamis, 7 Agustus 2025.

Baginya, prestasi bukanlah sebatas selempang atau sorotan media, melainkan tentang kontribusi nyata yang mampu memberikan dampak positif dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Di tengah era media sosial yang lebih menonjolkan popularitas sesaat, ia justru memilih untuk mengedepankan kebermanfaatan sebagai bentuk validasi yang hakiki.

“Saya percaya bahwa prestasi sejati hadir saat kita memilih menjadi solusi, bukan hanya sorotan,” tutur mahasiswi jurusan PsikologiUniversitas Islam Bandung (Unisba) tersebut.

Dalam pengamatannya terhadap kondisi pendidikan di Kota Cimahi, Nasywa menilai bahwa terdapat perkembangan yang cukup signifikan, terutama dalam aspek adopsi teknologi, inovasi pengajaran, serta penguatan kolaborasi antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat.

“Dari segi tenaga pendidik, saya sangat mengapresiasi semangat guru-guru di Cimahi yang tidak hanya mengajar, tapi juga mendampingi dan menginspirasi. Meskipun demikian, tentu masih ada tantangan dalam hal pemerataan fasilitas dan pelatihan, terutama di sekolah-sekolah yang berada di wilayah pinggiran,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah agar lebih membuka ruang kolaborasi antarpelajar dan memperluas akses beasiswa berbasis kontribusi sosial, bukan semata-mata nilai akademik. Baginya, pendekatan ini akan mampu menjadikan prestasi sebagai proses panjang yang terus berdampak.

“Saya harap pemerintah juga bisa membuka ruang kolaborasi antarpelajar dan memperluas akses beasiswa berbasis kontribusi, bukan hanya nilai akademik. Dengan begitu, prestasi tak akan menjadi pencapaian satu waktu, tapi proses panjang yang terus berdampak,” imbuhnya.

“Intinya, jangan berhenti di panggung penghargaan. Beri kami panggung berikutnya untuk berkarya, berbagi, dan membawa manfaat yang lebih luas,” sambungnya.

Menanggapi persoalan ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta yang semakin mencolok, Nasywa menyatakan keprihatinannya.

Ia menyebut fenomena berkurangnya siswa di sekolah swasta bahkan hingga hanya menyisakan satu siswa merupakan sinyal adanya ketidakseimbangan sistemik yang harus segera direspons oleh seluruh pemangku kepentingan.

“Bahkan ada yang hanya menyisakan satu siswa, itu bukan sekadar soal preferensi orang tua, tapi cerminan dari sistem pendidikan yang belum sepenuhnya sehat dan merata,” katanya.

Ia menambahkan, kecenderungan orang tua untuk memilih sekolah negeri karena alasan biaya menyebabkan ketimpangan yang semakin besar, di mana sekolah negeri menjadi terlalu padat dan sekolah swasta menjadi semakin kosong.

“Pendidikan itu harusnya tidak saling bersaing, tapi saling melengkapi. Jika kita mau semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan terbaik, maka semua sekolah, negeri atau swasta, harus mendapat ruang tumbuh yang setara,” tegasnya.

Lebih dari sekadar solusi ekonomi, ia juga menekankan pentingnya pendampingan psikososial untuk menghindari stigma terhadap siswa dari keluarga prasejahtera.

“Pendidikan adalah hak, bukan privilese. Bantuan seperti subsidi perlengkapan sekolah atau kerja sama dengan UMKM lokal untuk menyediakan kebutuhan sekolah dengan harga terjangkau tentu sangat membantu. Tapi lebih dari bantuan ekonomi, yang juga dibutuhkan adalah pendampingan psikososial, agar siswa tidak merasa malu karena keterbatasannya,” tambahnya.

Keterlibatannya dalam berbagai aksi sosial dan kampanye edukatif juga menjadi bukti bahwa Nasywa bukan hanya berbicara, tetapi juga bergerak. Salah satu kegiatannya yang menarik adalah pembuatan kartu edukasi stunting berhuruf Braille sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok disabilitas.

“Saya juga senang melakukan aksi dengan kolaborasi. Tentunya berkolaborasi dengan seluruh remaja untuk semakin menguatkan makna dari Meaningful Youth Participation (MYP), karena remaja harus mulai terlibat dan bergerak,” katanya dengan penuh optimisme.

Di balik pencapaian dan semangatnya, Nasywa tidak menampik bahwa dirinya pun pernah berada di titik terendah. Ia mengungkapkan bahwa tekanan sosial dan ekspektasi lingkungan pernah membuatnya merasa tidak cukup baik, bahkan nyaris menyerah.

“Tapi justru dari rasa 'tidak cukup' itu, saya belajar untuk menciptakan ruang pertumbuhan. Tekanan yang muncul jadi alasan untuk bertahan,” ucapnya penuh keteguhan.

Dengan suara lirih, ia menceritakan bahwa ibunya adalah sosok yang paling memberi inspirasi dalam hidupnya. Dari ibunya, ia belajar bahwa makna kehidupan bukan terletak pada kemenangan, melainkan pada upaya yang tidak pernah padam.

“Ibu saya tidak punya panggung besar, tapi setiap tindakannya punya dampak yang dalam bagi orang-orang sekitarnya. Saya ingin menjadi seperti itu, tidak hanya dikagumi, tapi benar-benar berarti,” tutupnya penuh kebanggaan.

Kisah Nasywa merupakan refleksi nyata dari semangat generasi muda yang tidak hanya ingin diakui, tetapi juga ingin membangun dan menghadirkan perubahan.

Ia mewakili suara anak muda yang bersungguh-sungguh memperjuangkan sistem pendidikan yang inklusif, adaptif, dan bermakna. Sebuah suara yang patut didengar oleh siapa pun yang peduli pada masa depan bangsa. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar