Antisipasi Kasus Kekerasan Seksual Anak, Pemkot Cimahi Perkuat Pendampingan dan Sistem Perlindungan

Antisipasi Kasus Kekerasan Seksual Anak, Pemkot Cimahi Perkuat Pendampingan dan Sistem Perlindungan

SURAT KABAR, CIMAHI – Angka kekerasan seksual terhadap anak di Kota Cimahi kembali menunjukkan tren mengkhawatirkan. Setelah sempat menurun, kasus serupa pada 2025 justru kembali naik. Pemerintah Kota Cimahi menegaskan komitmennya dalam melindungi anak-anak dari kekerasan, dengan memperkuat pendampingan psikologis hingga membangun sistem perlindungan menyeluruh di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

“Kekerasan seksual itu kalau tidak kita dampingi, dampaknya kejiwaan. Psikologisnya bisa terwawas,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cimahi, Fitriani Manan, saat ditemui usai kegiatan puncak peringatan Hari Anak Nasional dan Hari Keluarga Nasional di Technopark, Selasa, 29 Juli 2025.

Fitriani menjelaskan, anak yang menjadi korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma mendalam, rasa rendah diri, bahkan menarik diri dari lingkungan sosial. Sebagian menjadi lebih agresif dan sulit dijangkau secara emosional. Karena itu, pendampingan psikologis menjadi langkah krusial yang terus dilakukan DP3AP2KB.

“Korban-korban kekerasan seksual itu harus selalu didampingi. Mungkin korban akan minder, atau sebaliknya jadi semakin nanggal karena tanggungi," ujarnya.

Data DP3AP2KB menunjukkan fluktuasi tajam, tujuh kasus pada 2020, menurun menjadi enam pada 2021, lalu melonjak drastis menjadi 49 kasus di 2022. Angka itu turun menjadi 28 kasus pada 2023, lalu kembali turun ke 13 kasus di 2024. Namun, hingga pertengahan 2025, angka tersebut kembali naik menjadi 16 kasus.

Sebagian besar korban, kata Fitriani, berasal dari keluarga menengah ke bawah. Namun kekerasan juga pernah terjadi di lingkungan sekolah. Karena itu, pihaknya mendorong pembentukan tim penanganan kekerasan di setiap satuan pendidikan.

“Memang kebanyakannya kalangan ke bawah. Tapi pernah juga terjadi di sekolah. Maka untuk mengantisipasi itu, sekolah-sekolah sudah membentuk tim,” ujar Fitriani.

Tim ini bertugas menangani berbagai bentuk kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, perundungan, hingga kekerasan seksual. Selain itu, DP3AP2KB juga menjalin kemitraan dengan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) untuk menangani kasus ringan dan sedang, seperti perundungan atau konflik sosial lainnya.

“Kalau ada korban kekerasan seksual, kita rujuk ke P2TP2A. Tapi kalau baru sebatas dibully, itu bisa ditangani lewat pusat pembelajaran keluarga,” katanya.

Namun, tantangan terbesar, menurut Fitriani, adalah keberanian korban untuk bersuara. Banyak di antara mereka yang justru memilih diam karena pelaku berasal dari lingkungan terdekat: keluarga, sekolah, bahkan tetangga.

“Mereka kebanyakan tutup mulut, tidak berani speak up. Nah ini tugas kami, mengembalikan fungsi sosial dan psikologis korban, serta memotivasi agar berani bicara. Kalau korban dan keluarga ingin melanjutkan ke ranah hukum, kami siap mendampingi,” tegasnya.

Fitriani menambahkan, masih banyak orang tua korban yang enggan membawa kasus ke jalur hukum karena takut dengan prosesnya.

“Biasanya anaknya takut, orang tuanya juga takut, bilang ‘kalau dibawa ke ranah hukum nanti begini, begitu. Tapi kami pastikan, kami siap dampingi. Baik secara psikologis maupun dalam proses hukumnya," ujarnya.

Sementara itu, Wali Kota Cimahi Ngatiyana, yang hadir dalam kegiatan Hari Anak Nasional tersebut, menekankan pentingnya peran orang tua dalam pengawasan anak, terutama terhadap penggunaan gawai dan media sosial. 

Ia mengingatkan, akses tanpa batas terhadap konten digital dapat membuka ruang terjadinya kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

“Pengaruh medsos kalau tidak kita kontrol, anak-anak bisa saja melihat konten kekerasan termasuk seksual,” ujar Ngatiyana.

Ia mengimbau agar orang tua aktif mengecek aktivitas digital anak, khususnya saat malam hari. Tanpa pengawasan, anak bisa terlena bermain gim hingga larut malam, yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan gangguan psikologis.

“Kalau tidak disiplin dan tidak dicek, nanti anak-anak terlena. Bisa berdampak pada kesehatan psikologis mereka,” katanya.

Dengan angka yang kembali naik, kekerasan seksual terhadap anak menjadi alarm serius bagi semua pihak di Kota Cimahi. Pemerintah pun terus memperkuat sistem perlindungan lintas sektor, sambil mendorong masyarakat untuk tidak menutup mata dan berani bersuara. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar