Sengketa Tanah Publik di Cihanjuang Belum Terselesaikan, Koordinasi BPN Disorot

Sengketa Tanah Publik di Cihanjuang Belum Terselesaikan, Koordinasi BPN Disorot

SURAT KABAR, BANDUNG BARAT – Persoalan kepemilikan lahan seluas 2,75 hektare di Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, memasuki babak baru. Tanah yang sejak awal berstatus sebagai carik desa milik pemerintah desa untuk kepentingan publik kini telah bersertifikat atas nama perorangan. Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat soal potensi penyelewengan aset negara yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade.

Sengketa bermula sejak tahun 2001, ketika Pemerintah Desa Cihanjuang pertama kali menyuarakan keberatannya terhadap peralihan kepemilikan lahan tersebut. Mereka menyebut tanah itu semestinya digunakan untuk fasilitas publik seperti gedung olahraga, taman, dan aula bersama. Namun hingga kini, upaya penyelesaian belum menemui titik terang.

"Surat sudah kami kirim berkali-kali, terakhir pada 25 Februari 2025 ke Kepala Kantor BPN Bandung Barat, tapi tidak ada respons. Tak ada tindak lanjut," kata salah satu perwakilan desa yang enggan disebut namanya, Senin (9/6/25).

Upaya konfirmasi yang dilakukan media kepada staf BPN hanya menghasilkan jawaban normatif. Hingga kini, ,asih dikoordinasikan dengan Kanwil Jawa Barat. Ketika ditanya lebih lanjut apakah Kepala Kantor mengetahui perkembangan kasus, ia menjawab singkat.

"Sepertinya belum," ucapnya singkat.

Respons tersebut memunculkan keraguan dari pihak desa dan warga terkait transparansi serta keseriusan BPN dalam menangani kasus ini. Pertanyaan utama yang menggantung adalah: bagaimana tanah desa bisa bersertifikat atas nama pribadi? Siapa pihak yang memfasilitasi penerbitan sertifikat tersebut?

Dugaan adanya praktik penyalahgunaan wewenang di masa lalu tak terelakkan. Masyarakat mendesak investigasi menyeluruh terhadap kemungkinan keterlibatan oknum dalam tubuh pertanahan. Ketiadaan tindakan konkret dari BPN selama 20 tahun dinilai sebagai bentuk pembiaran.

"Kalau satu kasus saja tidak bisa diselesaikan selama dua dekade, lalu apa gunanya institusi ini? Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan terhadap lembaga negara," ujarnya. 

Warga pun mulai mempertimbangkan langkah-langkah publikasi lebih luas untuk mendorong perhatian instansi terkait di tingkat pusat, termasuk BPN Pusat hingga Istana Negara. Mereka berharap suara dari Cihanjuang bisa menjadi alarm bagi perlindungan aset-aset publik yang terancam.

Desakan dari masyarakat kini tak lagi sebatas permohonan. Ini telah menjadi tuntutan keadilan yang menyentuh hak dasar warga atas tanah yang semestinya digunakan untuk kepentingan bersama. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar