SURAT KABAR – Program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus menuai sorotan.
Di tengah kritik dari sejumlah kalangan, dukungan justru datang dari Gerakan Peduli Anak (GPA) Jawa Barat yang menilai kebijakan tersebut sebagai langkah tepat dalam membentuk karakter generasi muda.
Sekretaris Gerakan Peduli Anak (GPA) Jawa Barat, Herry Richardy, menegaskan pihaknya berdiri penuh mendukung langkah Gubernur Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM.
Menurutnya, program ini tidak hanya sebagai bentuk disiplin, tetapi juga investasi karakter bagi para siswa, terutama generasi muda yang tengah menghadapi tantangan zaman.
"Kami Gerakan Peduli Anak Jawa Barat sangat setuju dengan kebijakan Gubernur tersebut dalam rangka melindungi hak-hak anak untuk menjadi anak-anak yang Panca Waluya cageur, bageur, singer, dan bermental nasionalis," kata Herry kepada Surat Kabar, Jumat (6/6/2025).
Program ini bertujuan memberikan pelatihan karakter bagi siswa yang dianggap bermasalah atau sulit dibina, baik oleh sekolah maupun orang tua.
Program ini mendapat apresiasi dari
GPA karena dianggap sebagai upaya konkrit dalam menghadapi krisis karakter generasi muda. Herry menilai, banyak siswa yang justru membutuhkan pendekatan keras namun terukur agar memiliki kesadaran sosial dan tanggung jawab sebagai warga negara.
"Kalau perlu, ke depan bukan hanya siswa nakal saja, tapi semua siswa bisa mengikuti pelatihan ini, misalnya saat libur panjang. Ini kan soal bela negara," ujar Herry.
GPA meyakini, pelatihan di barak militer akan membentuk karakter siswa yang tangguh, disiplin, serta memiliki rasa nasionalisme tinggi.
Herry juga menyebut bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dalam kebijakan ini, bahkan menyebut edaran resmi dari pemerintah daerah sudah cukup sebagai dasar hukum pelaksanaan.
"Kalau KPAI mempermasalahkan soal regulasi, surat edaran itu sudah merupakan regulasi," tegas Herry.
Menurutnya, pelatihan semacam ini justru sangat relevan di tengah kondisi sosial yang kerap mempertontonkan lemahnya etika dan kepedulian sosial generasi muda.
Dengan pendekatan yang sistematis dan melibatkan institusi seperti TNI, siswa diharapkan tidak hanya berubah perilakunya, tapi juga lebih mencintai bangsanya.
Selain GPA,
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Barat juga mendukung penuh program ini. PGRI menilai pembinaan karakter harus menjadi bagian integral dari proses pendidikan, dan barak militer dinilai sebagai tempat yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan.
Menutup pernyataannya, Herry menegaskan bahwa GPA melihat langkah Gubernur Dedi sebagai terukur, tidak melanggar aturan, dan dilandasi semangat perlindungan terhadap masa depan anak-anak Jawa Barat.
"Bahwa kebijakan KDM terukur dan tidak mengangkangi aturan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, para siswa nakal akan menjalani pendidikan karakter selama 14 hari di barak militer dengan bimbingan dari TNI.
Gubernur KDM menyebutkan sebelumnya bahwa durasi pembinaan bisa mencapai enam bulan dalam beberapa kasus, sebagai upaya intensif untuk mengubah perilaku siswa.
"Siswa akan dibina di barak selama enam bulan. Mereka tidak sekolah formal, tapi akan dibekali pelatihan karakter. TNI yang akan menjemput mereka langsung dari rumah," kata KDM pada April lalu.
Siswa yang melanggar aturan akan masuk ke sistem pendataan, menerima surat peringatan dari kepala sekolah, lalu diarahkan ke barak militer. Menurut Dedi, sistem ini dibuat transparan dan terukur, agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Meski kebijakan ini masih menuai pro dan kontra di publik, GPA Jawa Barat menilai bahwa langkah Gubernur Dedi Mulyadi layak diapresiasi sebagai upaya terobosan dalam pembentukan karakter generasi muda.
Dengan pelibatan institusi militer, diharapkan para siswa bisa memiliki disiplin, jiwa nasionalisme, dan kepedulian sosial yang lebih tinggi, modal penting dalam membangun masa depan bangsa. (SAT)
Baca Juga
0 Komentar