Iklan

Iklan

Sampah, Pengangguran, dan Banjir Jadi PR Mendesak Pemerintah Kota Cimahi

Posting Komentar
Penumpukan Sampah Di Sepadan Jalan Kota Cimahi

SURAT KABAR, CIMAHI – Permasalahan sampah, pengangguran, dan banjir kembali menjadi pekerjaan rumah terbesar yang harus segera diselesaikan Pemerintah Kota Cimahi

Ketiga isu tersebut dinilai semakin mendesak karena berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat dan tata kelola kota, sehingga pemerintah daerah diminta fokus menanganinya secara terukur dan berkesinambungan.

Wakil Ketua DPRD Kota Cimahi, Agung Yudaswara, mengingatkan bahwa persoalan ini bukan lagi sekadar catatan harian, tetapi situasi yang menuntut langkah strategis dan evaluasi menyeluruh dari Pemerintah Kota Cimahi.

“Di Kota Cimahi ini ada tiga persoalan utama yang harus ditangani dengan serius yaitu persoalan sampah, pengangguran dan banjir,” ujar Agung, Minggu (23/11/25).

Menurut Agung, salah satu persoalan paling krusial adalah pengelolaan sampah menyusul terbatasnya kapasitas Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti. 

Ia menilai perlu ada evaluasi serius dan kebijakan pengelolaan yang lebih sistematis.

“Dengan keterbatasan kapasitas yang ada di TPA Sarimukti harus dilakukan evaluasi apakah masih efektif membuang sampah ke sana. Namun saya menyarankan agar sampah yang dibuang warga dilakukan dulu pemilahan, sehingga memudahkan para petugas dalam menangani persoalan sampah ini,” katanya.

Kondisi ini semakin tertekan karena adanya pengaturan pembatasan pengiriman sampah berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6174/PBLS.04/DLH. Pembatasan dihitung setiap dua pekan.

Selain persoalan persampahan, banjir juga terus menjadi tantangan yang belum terselesaikan, terutama di berbagai titik di Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan seperti Kelurahan Cipageran, Cigugur Tengah, dan Melong.

“Perlu dicarikan solusinya dan dilakukan koordinasi yang lebih baik lagi dengan beberapa wilayah sekitar supaya ada solusi mengatasi banjir di Kelurahan Melong misalnya karena air harus dibuang ke sungai Citarum,” ucap Agung.

Ia menekankan perlunya normalisasi sungai dan drainase secara terencana, bukan hanya tindakan reaktif setelah banjir terjadi.

“Sebelum banjir terjadi perlu dilakukan normalisasi dan pencegahan terlebih dahulu,” tegasnya.

Agung juga menyoroti tingkat pengangguran di Kota Cimahi juga masih tergolong tinggi. Karena itu, DPRD meminta agar pelatihan yang selama ini dilakukan Pemerintah Kota juga diikuti dengan penyediaan wadah atau peluang nyata bagi warga untuk bekerja atau berwirausaha.

“Saat ini sering dilakukan pelatihan-pelatihan bagi warga namun harus juga disiapkan wadahnya dimana setelah mereka diberikan pelatihan. Kita berharap di bawah kepemimpinan Pak Ngatiyana dan Pak Adhit persoalan pengangguran ini bisa ditanggulangi,” tutur Agung.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Chanifah Listyarini, menjelaskan bahwa Cimahi diberikan kuota maksimal sebesar 119,16 ton per hari atau 1.668,24 ton per dua minggu. Namun, pekan ini pengangkutan terkendala karena hambatan teknis di Sarimukti.

“Ritase memang terbatas, kemudian awal minggu ini ada masalah di Sarimukti loading-nya lama jalannya ada perbaikan. Saya sudah koordinasi dengan provinsi ini sedang perbaikan. Kemarin antre di jembatan timbang sampai 80 truk lebih, kita sudah antre dari subuh otomatis pengambilan ke lapangan telat,” ungkapnya.

Akibat kondisi tersebut, tumpukan sampah terlihat semakin banyak di TPS hingga muncul TPS liar di sejumlah titik.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Cimahi, Asep Djayadi, menjelaskan bahwa pemerintah telah melaksanakan sejumlah program peningkatan kompetensi masyarakat melalui pelatihan keterampilan hingga bursa kerja bersama SMK di Cimahi.

“Pelatihan yang kami selenggarakan meliputi sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), pelatihan barista, makeup artist, menjahit, dan lainnya. Untuk bursa kerja, kami bekerja sama dengan SMK,” jelasnya.

Namun, Asep mengakui bahwa kondisi sektor industri Cimahi pasca pandemi tidak lagi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak sebelumnya.

“Dulu sektor industri menjadi andalan Kota Cimahi, tetapi sekarang hal itu tidak relevan,” ujarnya.

Saat ini, sektor jasa dan UMKM menjadi harapan baru sebagai penggerak ekonomi sekaligus penyerap tenaga kerja.

“Oleh karena itu, kami fokus pada pelatihan yang mengarah pada kemampuan berwirausaha,” tambah Asep.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudhistira, menambahkan bahwa Pemkot Cimahi sudah menempatkan persoalan ini sebagai prioritas. 

"Tahun 2026, normalisasi drainase dan penataan sistem saluran air di wilayah perbatasan kota akan lebih dioptimalkan," katanya. (SAT)

Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar