SURAT KABAR, CIMAHI – Kenaikan harga LPG 3 kilogram yang dibarengi dengan pembatasan distribusi melalui pengecer resmi justru memunculkan masalah baru di lapangan. Keluhan mengalir dari pemilik pangkalan hingga warga yang kini terbebani harga tinggi. Pemerintah Kota Cimahi bahkan menemukan empat pangkalan yang nekat menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Salah satu pemilik pangkalan, Evie Sulvia, yang beroperasi di Jalan Ranca Bali No. 25, Kelurahan Pasirkaliki, mengaku berada di posisi serba salah. Ia harus menjelaskan kepada pelanggan soal harga baru yang naik dari Rp16.600 menjadi Rp19.600 per tabung. Kenaikan ini, menurutnya, memicu prasangka buruk dari masyarakat.
“Naiknya dari Rp16.600 jadi Rp19.600, tapi ada brosur kok. Awalnya orang dikira kita yang naikin seenaknya. Padahal ini resmi. Sehari ibu jual 75 tabung, itu data masuk di aplikasi juga. Jadi kalau dikirim 75, ya keluar juga 75,” tegas Evie, Rabu (2/7/2025).
Dengan sistem digitalisasi distribusi dan pencatatan melalui aplikasi, proses pembelian pun semakin ketat. Warga wajib menunjukkan KTP, yang datanya kemudian dimasukkan ke sistem.
“Harus pakai KTP. Soalnya dimasukkan ke aplikasi, kalau enggak pakai repot. Itu untuk semua warga, enggak harus warga Cimahi aja,” jelasnya.
Namun di balik usaha pangkalan resmi menjaga aturan, praktik nakal tetap ditemukan. Pemerintah Kota Cimahi mengungkap adanya pelanggaran harga LPG 3 kg yang dijual jauh di atas HET.
Kepala Bidang Perdagangan Disdagkoperin Kota Cimahi, Indra Bagjana, menegaskan bahwa dari 50 pangkalan yang diawasi selama tiga pekan terakhir, ditemukan empat yang menjual di atas harga resmi. Bahkan ada yang mematok harga hingga Rp22.000 per tabung.
“Dari 50 pangkalan yang kami pantau dalam tiga minggu terakhir sampai 4 Juli 2025, kami temukan empat pangkalan menjual di atas HET. Bahkan ada yang jual sampai Rp22.000 per tabung,” ungkap Indra.
Pelanggaran tersebut terjadi di empat titik: dua pangkalan di Kelurahan Cigugur, satu di Cibabat, dan satu lagi di Cipageran. Semua terungkap setelah adanya laporan dari warga yang merasa dirugikan.
“Saya sendiri turun langsung waktu ada warga yang bilang beli gas di atas harga. Kita datangi pangkalannya, bareng Pak Bambang dari Hiswana Migas untuk langsung kasih pembinaan,” ujar Indra.
Alasan klasik disampaikan para pelanggar: kenaikan ongkos operasional. Tapi menurut Indra, pembelaan itu tak bisa jadi pembenaran. Setelah dibina dan diberi pemahaman, sebagian besar pemilik pangkalan akhirnya menyatakan akan kembali patuh pada HET.
Namun, Disdagkoperin tidak ingin kejadian ini terulang. Langkah pengawasan diperketat, dan koordinasi dengan para agen diperkuat. Agen diminta untuk lebih aktif membina mitra pangkalannya.
“Kalau setelah dibina mereka tetap melanggar, kami akan rekomendasikan pemutusan hubungan usaha antara pangkalan dan agen,” tegas Indra.
Sebagai langkah preventif, Disdagkoperin juga membentuk grup komunikasi yang menghimpun seluruh agen elpiji 3 kg di Cimahi. Grup ini ditargetkan jadi jalur pengawasan yang lebih efisien sekaligus wadah pembinaan berkelanjutan.
“Kita satukan semua agen dalam satu grup, supaya pembinaan bisa terus berjalan dan komunikasi lebih cepat,” tambahnya.
Lebih jauh, Indra menjelaskan bahwa kenaikan harga ini merupakan penyesuaian pertama dalam satu dekade terakhir. Namun ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak melakukan pembelian berlebihan.
“Masyarakat juga kami imbau untuk tidak panic buying. Kalau ada yang jual di atas HET, segera laporkan,” pungkasnya. (SAT)
0 Komentar