Pemerintah setempat menyoroti pentingnya peran ketua RT sebagai garda terdepan dalam mendeteksi, melaporkan, dan menangani kasus kekerasan yang terjadi di lingkungannya masing-masing.
Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menggelar kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak tingkat kota tahun 2025.
Kegiatan ini digelar di Aula B Pemkot Cimahi, Selasa (27/5/2025), dengan melibatkan para ketua RT se-Kota Cimahi sebagai peserta utama.
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Cimahi, Maria Fitriana, menegaskan bahwa Cimahi masih dihadapkan pada permasalahan sosial yang kompleks, khususnya terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
“Mulai dari maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pekerja anak, perkawinan anak, trafiking, perlakuan tidak adil terhadap perempuan dan anak, kesenjangan ekonomi terhadap perempuan dan sebagainya,” ujarnya kepada awak media.
Maria mengungkapkan, Pemkot Cimahi sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan tersebut, di antaranya melalui kebijakan, program, dan kegiatan yang mendukung perlindungan perempuan dan anak.
Namun, ia mengakui bahwa permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah saja.
“Karena pemerintah memiliki keterbatasan. Pemerintah membutuhkan komitmen dan peranan aktif dari para tokoh masyarakat,” tegasnya.
Data DP3AP2KB mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengalami peningkatan.
Sepanjang tahun 2024 tercatat 52 kasus, sementara pada tahun 2025 hingga bulan Mei ini, jumlahnya sudah mencapai 29 kasus.
“Kondisi inilah yang harus menjadi perhatian kita semua. Perlu adanya sinergitas untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan tersebut,” lanjut Maria.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Kota Cimahi, dr. Fitriani Manan, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman kepada para ketua RT agar memahami jenis-jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak,” jelas Fitriani.
Ia menambahkan, para ketua RT juga perlu mengetahui tanda-tanda kekerasan serta dampaknya bagi korban. Untuk itu, pihaknya mendorong agar para ketua RT dapat menjalankan perannya secara aktif dan responsif.
“Ketua RT berada paling dekat dengan masyarakat, diharapkan menjadi ujung tombak dalam mendeteksi dan menangani kasus kekerasan di lingkungan masing-masing,” katanya.
Selain itu, para ketua RT juga diberikan panduan tentang langkah-langkah yang harus dilakukan ketika menemukan atau menerima laporan kekerasan.
“Yang diharapkan dari penyelenggaraan kegiatan ini, ketua RT menjadi lebih peduli dan responsif terhadap persoalan kekerasan di lingkungannya,” tegas Fitriani.
Ia menutup dengan menekankan pentingnya sistem pelaporan awal yang cepat dan tepat, serta koordinasi dengan pihak berwenang untuk penanganan yang lebih efektif.
“Ketua RT dapat mengembangkan sistem pelaporan awal dan penanganan kasus secara cepat dan tepat, serta berkoordinasi dengan pihak berwenang,” pungkasnya. (SAT)
0 Komentar