SMKN 3 Cimahi menjadi salah satu sekolah yang memperketat pengawasan, demi memastikan ribuan siswa mendapatkan makanan sehat sekaligus aman untuk dikonsumsi.
Program MBG yang digagas pemerintah sejatinya bertujuan mulia, yakni mendukung pemenuhan gizi siswa dan mencegah masalah stunting.
Namun, tanpa sistem kontrol ketat, program ini berpotensi menghadirkan risiko besar, termasuk keracunan massal.
Di SMKN 3 Cimahi, pengawasan dilakukan mulai dari pemilihan penyedia makanan hingga proses distribusi harian. Sekolah ini setiap hari mendistribusikan 1.235 foodtray dengan menu yang terus berganti.
Wakil Kepala Hubungan Industri dan Masyarakat SMKN 3 Cimahi, Latifah Pujiastuti, menegaskan pihaknya menerapkan serangkaian langkah preventif.
“Antisipasi kami lakukan dengan rutin mengunjungi SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). Lokasinya tidak sampai satu kilometer dari sekolah. Itu alasan utama kami memilih yang terdekat, karena potensi kontaminasi saat distribusi jadi lebih kecil,” jelas Latifah saat ditemui di sekolah, Selasa (23/9/2025).
Sejak awal, pihak sekolah selektif dalam menentukan SPPG. Dari sepuluh penyedia yang tersedia, SMKN 3 Cimahi memilih mitra yang dinilai paling memenuhi standar.
Hingga hari ke-15 pelaksanaan program, sudah empat kali dilakukan kunjungan langsung untuk memantau proses produksi.
“Kami ingin tahu secara detail bagaimana proses pencucian beras, sayuran, peralatan masak, hingga manajemen dapurnya. Termasuk juga siapa saja pegawai yang bekerja di sana, apakah mereka berasal dari lingkungan sekitar, dan bagaimana kondisi kesehatan mereka,” jelas Latifah.
Menurutnya, pemeriksaan kesehatan pekerja dapur sangat krusial. Idealnya, standar kesehatan mencakup tes rektal, paru-paru, hingga hepatitis, sebagaimana yang diwajibkan bagi siswa SMKN 3 saat magang di hotel.
“Ini penting, karena SPPG Citeureup juga memasok lebih dari 4.000 porsi ke lima sekolah lain. Bayangkan jika terjadi keracunan massal. Maka pengawasan harus dilakukan terus-menerus,” tegasnya.
Dalam praktiknya, pihak sekolah menemukan beberapa catatan, mulai dari nasi yang pernah terdapat ulat, brokoli yang masih ada hama, hingga buah lengkeng yang busuk.
Meski dianggap wajar mengingat jumlah produksi yang masif, Latifah tetap meminta agar pencucian dan seleksi bahan baku lebih diperketat.
“Keluhan yang paling sering dari siswa itu soal sayur yang kadang terasa asam, karena dimasak sejak pukul tiga dini hari. Menu berbasis ikan juga sering kami sarankan untuk dihindari, karena banyak siswa tidak suka, ada risiko alergi, dan potensi keracunan lebih tinggi.
Latifah mencotohkan, ikan dori yang amis saat dingin, atau ikan patin krispi yang ternyata tidak diminati.
Pihak sekolah, lanjut Latifah, juga selalu berkoordinasi dengan ahli gizi dalam menyusun menu mingguan.
Evaluasi ketat diterapkan, siswa diminta tidak mengonsumsi makanan yang berbeda warna atau rasa, melainkan mengembalikannya ke food tray untuk dijadikan bahan evaluasi.
“Poster peringatan juga sudah kami pasang di sekolah agar anak-anak lebih waspada. Bahkan sisa makanan dan kulit buah pun dikembalikan ke SPPG untuk dimanfaatkan kembali, misalnya jadi pakan maggot,” tambah Latifah.
Dari sisi teknis, pembagian makanan diatur agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM). Sekitar 15 guru ditugaskan bergiliran untuk membantu distribusi.
“Pembagian dilakukan pukul 09.45–10.20 saat istirahat, dan foodtray dikembalikan pukul 12.00. Jadi tidak ada kegiatan yang terganggu secara signifikan. Memang pasti ada kendala, tapi kami selalu berupaya meminimalisir,” jelas Latifah.
Ia menegaskan, meskipun program MBG memiliki dampak positif dalam mendukung gizi siswa, aspek keamanan pangan tidak boleh diabaikan.
“Intinya kami berusaha menjaga kualitas dan keamanan makanan dengan pengawasan ketat, supaya jangan sampai ada hal-hal yang tidak diinginkan. Mudah-mudahan dengan langkah ini, kasus keracunan bisa benar-benar dihindari,” terang Latifah.
Pengawasan juga melibatkan Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kesehatan dan dinas terkait lainnya.
Proses pengelolaan bahan pangan diawasi ketat, mulai dari tahap penyiapan, pemasakan, hingga pengemasan.
“Pemkot Cimahi ikut terlibat dalam pengawasan. Tetap kita awasi mulai dari bidang penyiapan, pemasakan, sampai penyajian, dan nanti dikirim ke sekolah harus layak konsumsi. Dinkes Kota Cimahi dan dinas terkait lain ikut turun tangan di sekolah maupun di SPPG,” jelasnya.
Hingga saat ini belum ditemukan laporan kasus keracunan terkait MBG di Cimahi.
“Mudah-mudahan di Cimahi tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti keracunan MBG yang dialami para pelajar di daerah lain,” tandasnya. (SAT)
0 Komentar