SURAT KABAR - Oasis, ikon Britpop yang sejak 2009 hanya jadi mitos reuni di antara penggemarnya, akhirnya tampil lagi satu panggung. Reuni yang selama bertahun-tahun lebih sering jadi bahan ejekan antar Liam dan Noel Gallagher ini justru terjadi di tengah bayang-bayang masa lalu yang belum tentu benar-benar pulih.
Di lansirdari Voi,id, konser pertama tur dunia bertajuk Oasis Live ’25 Tour itu berlangsung Jumat, 4 Juli, di Principality Stadium, Cardiff, Wales. Ini menjadi panggung pertama Oasis dalam 16 tahun terakhir sebuah jeda yang dibentuk oleh pertengkaran, ego, dan sejarah keluarga yang retak.
Tapi kembalinya Oasis bukan hanya tentang nostalgia. Ia juga mengangkat pertanyaan lama yang belum kunjung punya jawaban: apakah mereka benar-benar sudah berdamai? Ataukah ini sekadar panggung bisnis besar yang menunda konflik pribadi untuk sementara?
Liam dan Noel masih tampil dengan gaya khas masing-masing. Lagu-lagu seperti “Morning Glory”, “Some Might Say”, “Bring It On Down”, “Cigarettes & Alcohol”, “Fade Away”, dan “Supersonic” mengalir dalam setlist tanpa jeda emosional. Tak ada pelukan, tak ada kehangatan di antara mereka—yang ada hanya profesionalisme kaku dan sisa kejayaan masa lalu.
Lagu “Live Forever” dibawakan sebagai penghormatan kepada pemain Liverpool asal Portugal, Diogo Jota. Sebuah gesture yang menarik, mengingat Oasis identik dengan Manchester City—tim rival berat Liverpool. Di atas amplifier milik Noel pun terpasang bendera Manchester City. Sebuah sindiran halus? Mungkin.
Tiga lagu terakhir yang dibawakan adalah yang paling ikonik: “Don’t Look Back In Anger”, “Wonderwall”, dan “Champagne Supernova”. Lagu-lagu yang dulu jadi soundtrack generasi 90-an, kini dibawakan di tengah generasi yang mengenal Oasis hanya lewat YouTube dan Spotify.
Reuni ini seakan menjadi bentuk kompromi: antara nostalgia dan kenyataan, antara legenda dan luka lama. Oasis mungkin kembali tampil, tapi mereka belum tentu kembali sebagai band yang utuh. Dan itulah masalah utamanya. (SAT)
0 Komentar