SURAT KABAR, CIMAHI - Di tengah dominasi konten digital yang cepat, penuh tarian viral dari TikTok dan tantangan dance dari media sosial, satu sanggar di Kota Cimahi justru meniti jalan berliku memperkenalkan budaya dengan cara yang nyaris usang, tari tradisional.
Namun siapa sangka, dari ruang latihan, anak-anak didikan Sanggar Tari Mutiara Cimahi justru berhasil menembus layar kaca nasional.
Lima bocah usia tujuh tahun dari sanggar ini mendapat kesempatan tampil di salah satu program TV nasional. Tanpa lomba, tanpa audisi terbuka, hanya sebuah telepon tak terduga dari tim kreatif stasiun televisi tersebut.
“Dapat calling langsung dari pihak TV-nya,” kata Syntya Marlina, koreografer sekaligus pelatih utama sanggar, saat dihubungi via WhatsApp, Kamis (3/7/25).
Tanpa banyak waktu, kata Syntya, sanggar langsung bergerak. Terhitung singkat, dari Tanggal 1 Juli 2025, mereka gencar latihan pada tanggal 2 Juli, dan tampil tanggal 3 Juli.
"Tantangan terbesarnya itu ya, kita kan harus tampilin yang oke ya. Tapi karena pihak TV memang mintanya anak-anak kecil, kita juga kasih dancer nya dari usia yang 7 tahun,” kata Syntya.
Tampil dalam program hiburan televisi bukan perkara mudah, apalagi jika penarinya adalah bocah-bocah 7 tahun yang belum lama mengenal panggung. Tapi justru itu yang jadi nilai lebih mereka yaitu keberanian menampilkan yang paling belia dalam kemasan yang paling matang.
“Usianya hampir semua 7 tahun. Ya, apalagi anak kecil kan ya, memang perlu ekstra gitu ya. Tapi kita alhamdulillah bisa melewati itu semua dengan lancar dan kreatif,” kata Syntya.
Salah satu penari kecil yang tampil adalah Naila Abida (7), bocah asal Kota Cimahi yang ikut membawakan dua repertoar andalan sanggar, Tari Ronggeng Nyentrik dan Kembang Tanjung, yang kemudian dialunkan dengan sentuhan lagu Ayu Ting Ting.
“Koreografinya itu sudah ada perpaduan antara modern dance dan juga tradisional, yaitu jaipong,” ujar Syntya.
Soal kostum, Sanggar Tari Mutiara tak perlu pusing. Mereka punya tim khusus yang menangani urusan ini secara mandiri. Tak perlu sewa atau pinjam semua kostum dibikin sendiri. Maka, di mana pun mereka tampil, tak ada drama baju. Semua sudah siap bahkan sebelum panggung disiapkan.
“Buat kostum sendiri, kita punya sendiri dan itu bagian kostum yang urusnya, kostum tari jaipong kreasi aja, yang bikim team kita bagian kostum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Syntya menceritakan soal proses seleksi repertoar tak bisa maksimal karena waktu latihan yang hanya sehari. Tapi justru dari situ terlihat kelincahan dan kesiapan bocah-bocah ini.
“Kita latihannya di tanggal 2 kemarin, jadi kita latihan yang gerakannya udah anak-anak hafal juga gitu," kata Syntya.
Meski tampil dalam program yang dominan hiburan, pesan budaya tetap mereka bawa. Ini bukan hanya soal eksistensi, tapi tentang upaya menghidupkan tradisi di tengah gempuran budaya luar yang terus membanjiri anak-anak Gen Alpha.
“Kalau aku lihat mereka antusias banget untuk belajar menari. Dibuktiin dari banyaknya member juga nih yang masih kecil-kecil mereka udah belajar nari,” ujarnya.
Kebanggaan itu tidak datang hanya karena tampil di TV. Lebih dari itu, ada harapan yang jauh lebih besar. Bahwa tari tradisional bisa terus hidup, dibawa oleh generasi yang tumbuh di era TikTok dan YouTube Shorts.
“Rezeki buat kita bisa tampil di TV nasional, kemudian mungkin ini salah satu prestasi lah ya buat kita juga bisa unjuk gigi,” kata Syntya.
“Anak-anaknya juga happy, senang bisa ketemu artis, pengalaman baru, dan tentunya ini kita di sini sebagai bintang tamu. Banyak juga sesuatu yang kita dapetin,” tambahnya.
Anak-anak itu, kata Syntya, memang sempat deg-degan. Bagaimana tidak? Mereka tampil satu panggung dengan selebritas nasional seperti Jirayut dan Ayu Ting Ting. Tapi perasaan grogi itu cepat berganti jadi bangga dan antusias.
“Perasaan mereka deg-degan, bisa bertemu dengan para artis juga di sana. Harapannya mereka bisa terus melestarikan tari tradisional ini hingga mereka nanti sampai dewasa,” tegas Syntya dengan penuh kebanggaan.
Kehadiran Sanggar Tari Mutiara Cimahi di TV Nasional menjadi simbol. Bahwa seni tradisi tak selalu datang dari institusi besar, dan pelestariannya tak melulu dari generasi tua.
Di sudut-sudut kota seperti Cimahi, anak-anak kecil bisa tampil membawa budaya ke layar kaca nasional. Bahkan siapa tahu ke panggung dunia.
“Harapan kita, Sanggar Mutiara bisa lebih maju lagi, mungkin di kancah internasional ke depannya. Dan lebih sering juga kita bisa memperkenalkan budaya tradisi kita di Indonesia. Tentunya bisa menyeluruh ke seluruh Indonesia. Kalau nggak sama kita, mau sama siapa? Kalau nggak sekarang, ya mau kapan lagi, kan?,” tutup Syntya dengan tegas. (SAT)
0 Komentar