Sanggar Tari Mutiara Wakili Cimahi di World Dance Day Bali 2025

Syntya Marlina, pelatih utama sekaligus koreografer Sanggar Mutiara

SURAT KABAR, CIMAHI  – Prestasi membanggakan kembali ditorehkan Kota Cimahi. Sanggar Tari Mutiara sukses mewakili daerah dalam ajang bergengsi World Dance Day 2024 yang digelar di Denpasar, Bali. Mereka tampil memukau dalam balutan kostum khas dan gerak tari tradisi Sunda yang mencuri perhatian publik dan tamu kehormatan. 

Atas penampilan gemilang tersebut, Sanggar Tari Mutiara menerima penghargaan dari Wali Kota Denpasar dan Nalurimanca. Momen ini menjadi bukti bahwa anak-anak Cimahi mampu bersaing di panggung seni nasional. Partisipasi ini juga menjadi bentuk diplomasi budaya yang memperkuat identitas daerah lewat seni pertunjukan.

Acara ini bukan sekadar festival tari. Di sinilah tradisi diuji di panggung nasional dan internasional. Dan Cimahi, dengan segala keterbatasannya, tetap bersikukuh mengirim utusan.

“Kalau bikin garapan supaya bisa maksimal dan sampai ke hati penonton, biasanya butuh tiga bulan. Tapi sekarang cuma tiga minggu. Jadi ya, kita harus ekstra latihan,” kata Syntya Marlina, pelatih utama sekaligus koreografer Sanggar Mutiara, saat ditemui di sela latihan di Cimahi Mall, belum lama ini.

Tak ada waktu bersantai. Syntya menegaskan, kini latihan dilakukan setiap hari usai Magrib, tanpa jeda. Waktu keberangkatan yang sudah di depan mata, yakni 27 April, menuntut kekompakan dan daya tahan penuh dari seluruh tim.

“Dulu seminggu tiga kali latihan masih oke. Sekarang? Setiap hari. Karena tinggal hitungan hari lagi. Kita berangkat tanggal 27 April, dan persiapan baru 50 persen,” tuturnya.

Syntya menolak menyerahkan tanggung jawab ini hanya pada pelatih atau koreografer. Menurutnya, semua harus turut memikul beban ini bersama.

“Harus saling menguatkan. Karena di Sanggar Mutiara ini, meskipun kita dikenal sebagai sanggar 'tahu bulat' alias dadakan, hasilnya tetap luar biasa,” katanya sambil tertawa.

Sanggar Mutiara mendapat undangan langsung dari Naluri Manca Denpasar Bali, dengan dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Denpasar. Tahun sebelumnya, mereka juga sempat tampil dalam event serupa di Surakarta, Solo.

“Kalau di Bali, audiensnya dari nasional dan internasional. Mungkin ada warga asing juga yang nonton. Tapi masih nunggu Technical Meeting buat tahu detailnya,” ujar Syntya.

Dalam ajang World Dance Day 2025, mereka akan mementaskan Sendra Tari “Dangyang Ki Sunda”, garapan baru yang menggambarkan sosok Sulanjana, pelindung padi dan simbol penjaga keseimbangan alam dalam cerita rakyat Sunda. Tarian ini akan dibawakan oleh sekitar 50 penari, yang merupakan gabungan dari penari pemula dan senior.

“Ini memang diambil dari wawacan Sulanjana. Kita padukan antara penari pemula dan senior. Jadi kita lihat kemampuan anak-anak juga,” ungkapnya.

Meski terjepit waktu, Syntya justru menyiratkan optimisme. Bahkan, tahun ini Sanggar Mutiara telah dijadwalkan tampil di ajang internasional di Malaysia, dalam program budaya “Jaipong Penca” yang digelar sekitar Juni atau Juli 2025.

Sanggar Tari Mutiara sendiri secara resmi berdiri sejak 2015, meskipun aktivitas mereka sudah dimulai jauh sebelumnya. Mereka kini memiliki lebih dari 300 anggota, dengan 200–250 orang aktif berlatih. Fokus mereka tetap pada seni tari tradisional, meski sejak 2019 mulai menyisipkan sentuhan tari modern dalam beberapa pentas.

“Kalau bukan sekarang mau kapan? Kalau bukan kita, siapa lagi? Saya percaya seni tradisi bisa tetap menarik dan relevan jika dikemas dengan cara yang kreatif,” tegas Syntya.

Semangat itu juga terpancar dari para penari muda yang akan tampil di Bali. Suci Triani Putri (19), yang telah bergabung dengan sanggar sejak usia 14 tahun, akan turut menari dalam pementasan tersebut. Ia menjelaskan bahwa mereka akan membawakan Sendra Tari, atau drama tari tanpa dialog.

“Kita pilih dancernya siapa jadi tokoh utama, siapa musuh, siapa prajurit. Lalu kita gabungin dan mulai latihan adegan demi adegan,” jelas Suci.

Meski pernah menjuarai lomba tingkat kota, baginya tampil di Bali adalah sesuatu yang sangat berbeda.

“Senang banget, dapat pengalaman dan ilmu baru,” katanya dengan mata berbinar.

Hal senada diungkapkan Gina Yulianti (17), yang akan berperan sebagai prajurit. Ia mengaku sedikit gugup, tapi tetap bersemangat.

“Grogi iya, tapi senang banget juga. Ini kan ajang internasional, jadi harus kasih yang terbaik,” ujarnya.

Sebagai prajurit, Gina harus menampilkan gestur dan energi yang maskulin.

“Lumayan susah, karena gerakannya cowok banget,” katanya sambil tersenyum.

Selly Puja (17), yang memerankan tokoh Dayang, menyebut ini adalah penampilan perdananya di Bali.

“Tantangan pasti ada, apalagi harus ngatur kekompakan gerak sama penari lain. Kita total 25 penari, dan dayang ada tujuh orang,” katanya.

Mereka bertiga kompak mengatakan bahwa meski latihan terasa melelahkan, semangat tetap menyala demi bisa membawa nama Cimahi dan budaya Sunda di panggung nasional.

“Nervous pasti, tapi kami siap dan semangat,” kata Gina, yang diamini rekan-rekannya.

World Dance Day di Bali bukan hanya tentang gerak dan irama. Ia adalah tentang melawan waktu, menjaga tradisi, dan menunjukkan bahwa dari sudut kota kecil seperti Cimahi, seni bisa bicara lebih besar dari keterbatasan. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar