Disnaker Kota Cimahi Ajak Penyedia Jasa Lebih Peduli pada Keselamatan Pekerja

 

Disnaker Cimahi saat Menghadiri Undangan FGD Jasa Konstruksi dengan BPJS Ketenagakerjaan

SURAT KABAR, CIMAHI – Perlindungan sosial bagi buruh konstruksi di Kota Cimahi masih meninggalkan banyak lubang. Di tengah laju pembangunan infrastruktur yang terus menggeliat, para pekerja harian terutama yang berstatus kontrak jangka pendek kerap bekerja tanpa jaminan sosial yang layak.

Kondisi ini disorot keras oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)Kota Cimahi. Kepala Disnaker Asep Jayadi menyatakan, masih banyak penyedia jasa konstruksi pemenang tender yang mengabaikan kewajiban mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, ini merupakan syarat mutlak sebelum penandatanganan Surat Perjanjian Kerja (SPK).

“Penyedia jasa yang memenangkan tender wajib mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan sebelum menandatangani SPK,” kata Asep Jayadi, saat ditemui di kantornya, Selasa (2/7/2025).

Asep menegaskan, pekerja di sektor informal konstruksi memiliki risiko tinggi mengalami kecelakaan kerja, namun ironisnya justru paling sering luput dari perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)

Ia menegaskan, program yang digaungkan Pemkot Cimahi ini hanya mencakup dua skema itu karena sifat kerja mereka yang sementara.

"Ini langkah penting agar para pekerja informal di sektor konstruksi tak lagi terabaikan hak perlindungannya,” tegas Asep.

Namun, lanjut Asep, Disnaker Cimahi menghadapi kendala struktural, mereka tidak memiliki kewenangan memberi sanksi kepada penyedia jasa yang melanggar. 

Menurutnya, semua pengawasan dan penindakan berada di tangan BPJS Ketenagakerjaan. Jika penyedia jasa tidak membayar iuran, jaminan otomatis tidak berlaku, dan kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia.

"BPJS itu badan negara yang punya regulasi dan sistem pengawasan sendiri. Kalau penyedia jasa tidak membayar iuran, jaminan otomatis tidak berlaku. Maka, konsekuensinya ditanggung penyedia jasa, bukan pemerintah," ujar Asep.

Situasi ini membuka ruang abu-abu dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi yang dibiayai anggaran publik, tapi tak menjamin keselamatan para pekerja yang membangunnya.

Disnaker bersama BPJS Ketenagakerjaan terus melakukan sosialisasi kepada OPD pelaksana proyek dan penyedia jasa, seperti yang digelar pada 26 Juni 2025 lalu. 

FGD sebelumnya juga telah membahas penyesuaian mekanisme iuran berdasarkan nilai proyek. Namun, lagi-lagi, pelaksanaan di lapangan masih bergantung pada itikad baik penyedia jasa bukan sanksi.

Kolaborasi dengan OPD seperti Dinas PUPR, DKP, Inspektorat, dan Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Cimahi dinilai penting untuk memperkuat pengawasan lintas sektor. 

Tetapi selama tidak ada regulasi lokal yang tegas atau sanksi administratif di tingkat Pemkot, program ini berpotensi mandek sebagai formalitas rutin belaka.

“Cimahi, yang terus tumbuh sebagai kota jasa dan konstruksi, tak bisa lagi menutup mata terhadap risiko kerja yang membayangi para buruh harian di balik derap pembangunan,” tutup Asep. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar