Posdalops Citeureup, Dari Gerakan Para Relawan hingga Penghargaan Wali Kota

Posdalops Citeureup, Dari Gerakan Para Relawan hingga Penghargaan Wali Kota

SURAT KABAR, CIMAHI - Tidak ada upah, tak pula anggaran operasional yang pasti. Namun di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, sekelompok warga terus bergerak ketika bencana datang bahkan sebelum dinas resmi sempat melapor. 

Mereka adalah tim Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana atau Posdalops

Dibentuk baru enam bulan lalu, Pusdalops Kelurahan Citeureup justru melaju lebih cepat dari usianya. 

Mereka menyabet penghargaan sebagai Kelurahan Pusdalops paling responsif dari Pemerintah Kota Cimahi dalam peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional 2025, Kamis, 22 Mei 2025 lalu.

"Pertama barangkali kita bersyukur ya, kalau di Citeureup itu diberikan satu penghargaan sebagai Pusdalops Kelurahan terbaik pertama," kata Lurah Citeureup, Rusli Sudarmadi, saat ditemui di kantornya, Jumat, 23 Mei 2025.

Namun, bagi Rusli, penghargaan itu bukan semata pencapaian, melainkan juga dedikasi yang dipersembahkan untuk sosok yang tak sempat menyaksikan keberhasilan itu Syarifuddin, Ketua Pusdalops yang telah wafat beberapa pekan sebelumnya.

"Ya jadi penghargaan ini didedikasikan untuk beliau selaku Ketua Pusdalops di Citeureup," ujarnya lirih.

Rusli mengenang Syarifuddin sebagai figur yang visioner dan tidak pernah absen dari setiap agenda kebencanaan di lapangan. 

"Terutama dalam hal perencanaan, beliau itu selalu aktif di mana-mana, kemudian responsif dalam menghadapi permasalahan bencana."

Pusdalops di Citeureup tidak tumbuh dari kertas instruksi. Jauh sebelum ada nama resmi, mereka sudah terbiasa bekerja dalam senyap.

"Ketika ini dibentuk, kita sudah siap dengan orang-orangnya. Karena sebelumnya, kita melakukan hal yang sama," kata Rusli.

Sebagian besar anggota Pusdalops berasal dari lembaga-lembaga lokal seperti kader wilayah, pengurus RT-RW, hingga staf kelurahan. 

Ada juga perwakilan dari puskesmas dan SLRT. Dalam setiap kejadian bencana, mereka langsung turun ke lokasi dan melakukan assessment awal.

"Kelurahan bukan eksekutor. Tapi kami pelapor kejadian berdasarkan hasil penilaian awal,” ujar Rusli.

Dalam struktur internal, tim ini juga memiliki mekanisme yang ringkas. Begitu laporan masuk, asesmen dilakukan, dan hasilnya langsung dikomunikasikan ke dinas terkait.

Caca, salah satu anggota Pusdalops yang telah lama aktif sebagai relawan Tagana sejak 2018, membenarkan pola kerja cepat itu. 

“Bila mengenai ini segera. Saya melaksanakan instruksi pimpinan kami yang selalu responsif ke lapangan bersama rekan-rekan Pusdalops," ujarnya.

Caca mengaku menjadi bagian dari Pusdalops bukan karena status atau imbalan. 

"Relawan 100% tidak ada anggaran dari mana pun, kecuali dari lurah berupa logistik makanan. Kalau upah tidak ada. Namanya juga relawan," tegasnya.

Kendati begitu, semangat gotong royong menjadi penopang utama. Seperti ada pohon tumbang. 

"Kita nggak mungkin kerja sendiri. Sebelum ke lokasi, saya lapor dulu ke pimpinan. Pimpinan langsung respon ke bagiannya," imbuhnya. 

Dia mencontohkan ketika pohon tumbang menghalangi jalan utama. Menunggu petugas dinas datang bukanlah pilihan. 

“Kalau sudah mengganggu lalu lintas, kita harus segera cari solusi,” katanya.

Koordinasi pun dijalin lintas instansi: mulai dari kepolisian, Dinas Perhubungan, hingga masyarakat setempat.

"Yang paling utama adalah bagaimana caranya, setidaknya ada upaya memberi solusi agar masyarakat tetap bisa beraktivitas. Itu bisa dilakukan lewat komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak," tutup Caca. (SAT) 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar