Gagasan ini mencuat setelah wilayah Cirendeu diakui sebagai komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA), menyusul diterbitkannya Surat Keputusan Wali Kota Cimahi.
Langkah penataan kawasan tersebut menjadi bagian dari upaya pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat adat secara langsung.
Dalam kegiatan terakhir yang difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, warga Cirendeu dilibatkan dalam diskusi terbuka mengenai keanekaragaman hayati.
"Cirendeu itu sudah diakui sebagai MHA dengan terbitnya SK Wali Kota. Untuk teknis pengakuannya, Dinas P2KB yang lebih berperan kemarin, bukan DLH," ujar Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kota Cimahi, Agus Irwan Kustiawan, saat ditemui di Pemkot Cimahi, Selasa, 27 Mei 2025.
Agus menjelaskan, pengakuan terhadap MHA Cirendeu menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengembangkan perlindungan terhadap kawasan lewung sebutan masyarakat setempat untuk hutan lokal.
"Ada beberapa kawasan lewung di sana, seperti lewung larangan, lewung tutupan, lewung baladahan," katanya.
Berbeda dari kegiatan penanaman pohon, diskusi yang dilakukan DLH Jawa Barat lebih menekankan pada inventarisasi tanaman endemik dan langka, serta pertukaran pengetahuan lokal.
Salah satu temuan menarik adalah keberadaan pohon rende, yang diyakini menjadi asal-muasal nama Cirendeu.
Selain diskusi, DLH juga memberikan bantuan tempat sampah terpisah untuk mendorong pengelolaan limbah organik berbasis masyarakat.
"Kami ingin pendekatannya partisipatif. Mereka sudah punya semangat menjaga hutan, tinggal diperkuat dari sisi pengelolaan sampah," kata Agus.
Wacana menjadikan lahan eks TPA sebagai kawasan hutan sudah lama bergulir. Kini, dorongan untuk merealisasikannya kembali mencuat, sejalan dengan arah kebijakan Pemerintah Kota Cimahi dan dukungan dari Wakil Wali Kota.
"Ke depan, lahan eks TPA itu akan dijadikan hutan. Ini juga sesuai dengan yang disampaikan Pak Wakil Wali Kota, bahwa di Cirendeu akan dibentuk kawasan hutan Bandung Raya, atau hutan baraya," ujarnya.
Meski demikian, Agus mengingatkan bahwa lahan tersebut tak sepenuhnya berada di bawah kewenangan Pemkot Cimahi.
Sebagian wilayahnya merupakan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.
"Semuanya harus menyamakan visi dulu. Karena memang lahannya bukan hanya milik Kota Cimahi,” kata dia.
Gagasan yang kini tengah difokuskan adalah menjadikan kawasan itu sebagai hutan bambu tanaman yang secara filosofis dianggap sebagai simbol keharmonisan antara manusia dan alam.
“Dari DLH Cimahi kita sudah bersiap. Nanti kita siapkan bibit-bibit bambu untuk penanaman ke depan,” kata Agus.
Masyarakat Cirendeu, yang dikenal memiliki relasi kuat dengan alam, menunjukkan semangat tinggi dalam mendukung upaya penghijauan. Namun, Agus mengakui, adaptasi terhadap sistem pengelolaan sampah masih menemui tantangan.
“Mereka sangat antusias kalau soal penanaman pohon. Tapi kalau soal pengolahan sampah, masih ada resistensi. Bukan tidak antusias, tapi lebih ke sikap defensif karena belum terbiasa,” ucapnya.
Kendati begitu, Agus tetap optimistis. Ia meyakini, kolaborasi antara pemerintah dan komunitas adat Cirendeu dapat menjadi model pengelolaan lingkungan berkelanjutan yang berbasis kearifan lokal.
“Untuk penanaman pohon, terutama bambu, mereka pasti mendukung dengan semangat,” tuturnya. (SAT)
0 Komentar