Dari Harapan ke Stres: Mengapa Usia 20-29 Tahun Menghadapi Tekanan Terbesar?

Stres pada usia 20-29 tahun
Sumber foto: Pixabay. Stres meningkat pada generasi muda akibat tekanan kehidupan modern

SURAT KABAR  –  Usia 20 hingga 29 tahun sering disebut sebagai salah satu periode paling menantang dalam kehidupan manusia. Pada usia ini, individu mengalami transisi penting, seperti memulai karier, membangun hubungan yang stabil, dan menemukan identitas diri. 

Berdasarkan data terbaru, kelompok usia ini juga lebih rentan terhadap stres dibandingkan kelompok usia lainnya, akibat berbagai faktor sosial, ekonomi, dan emosional.

Menurut laporan dari World Health Organization (WHO), orang-orang di rentang usia ini menghadapi tekanan yang lebih besar karena harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan. 

Banyak dari mereka yang merasa tertekan dengan ekspektasi diri sendiri dan lingkungan, terutama terkait stabilitas finansial, pencapaian karier, dan hubungan interpersonal. 

Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, yang memperparah kecemasan terkait masa depan.

Studi terbaru juga menunjukkan bahwa tekanan kehidupan yang dihadapi kelompok usia ini dapat memicu masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. 

Di samping itu, adaptasi terhadap perubahan cepat dalam kehidupan, baik dalam konteks pekerjaan maupun kehidupan sosial, sering kali menjadi pemicu tambahan stres.

Sebagian besar generasi muda ini juga harus berhadapan dengan perubahan-perubahan besar yang terjadi selama pandemi global beberapa tahun terakhir. 

Dampaknya tidak hanya mempengaruhi aspek fisik, tetapi juga psikologis, seperti ketakutan akan ketidakpastian karier dan kestabilan ekonomi pribadi.

Tekanan Sosial dan Tantangan Teknologi

Teknologi juga menjadi pedang bermata dua. Meskipun kemajuan teknologi memudahkan akses ke informasi dan peluang pekerjaan, itu juga meningkatkan tekanan sosial. 

Media sosial, misalnya, menciptakan tekanan sosial tambahan dengan memperlihatkan standar kesuksesan yang tidak realistis. 

Hal ini menyebabkan banyak individu muda merasa tertinggal dan semakin rentan mengalami kecemasan.

Di samping itu, survei yang dilakukan oleh Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, lebih dari 40% orang dewasa muda di Amerika Serikat melaporkan peningkatan kecemasan dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

Situasi serupa juga dilaporkan terjadi di banyak negara lain. Kecemasan ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti masalah ekonomi, ketidakpastian politik, serta ancaman kekerasan dan perubahan iklim.

Dukungan Mental yang Diperlukan

Meskipun demikian, survei yang sama menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari generasi ini yang mencari bantuan profesional untuk menangani stres dan kecemasan mereka. 

Padahal, dukungan mental sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada. 

Edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental dan penghapusan stigma terkait konsultasi dengan psikolog atau psikiater juga perlu terus digalakkan.

Sementara itu, ahli kesehatan mental menyarankan generasi muda untuk mulai memprioritaskan keseimbangan hidup, baik dalam hal pekerjaan, sosial, maupun kesehatan pribadi. 

"Kita perlu menciptakan kesadaran akan pentingnya perawatan diri dan menjaga kesehatan mental, terutama pada usia-usia transisi seperti ini," ujar seorang pakar psikologi.

Dengan semakin terbukanya diskusi mengenai kesehatan mental, diharapkan generasi muda bisa lebih mudah mengakses bantuan yang diperlukan untuk menjaga kesejahteraan mereka, sehingga bisa menjalani hidup yang lebih sehat secara emosional dan mental.

Baca Juga

Posting Komentar

Masuk SURAT KABAR

Lebih baru Lebih lama