Tugas itu bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Di balik senyum bangga yang ia tunjukkan, tersimpan kisah panjang tentang perjuangan melewati seleksi ketat, latihan disiplin, hingga rasa gugup yang tak terelakkan saat berada di momen bersejarah.
Dari 262 peserta yang mendaftar seleksiPaskibraka, hanya 40 orang yang terpilih, dan Aisya menjadi salah satu di
antaranya.
“Pesan dan kesan saya, pertama cukup menegangkan ya, karena
khawatirnya tuh langsung tegang begitu,” ucap Aisya dengan suara bergetar saat
ditemui usai prosesi penurunan bendera.
Ia mengaku sejak awal tidak menyangka bisa lolos seleksi. Proses seleksi yang dijalani sangat panjang, dimulai dari Februari hingga Mei, dengan berbagai tahapan seperti tes fisik, kesehatan, kedisiplinan, serta wawasan kebangsaan.
Setelah dinyatakan lolos, tantangan baru menanti: latihan intensif yang berlangsung hampir setiap hari sejak Juli hingga menjelang perayaan kemerdekaan.
“Latihannya sekitar satu bulan, terus sejak awal itu memang
lumayan susah. Dari ribuan yang daftar awalnya, kemudian disaring sampai
tinggal 262, akhirnya masuk 40 orang. Deg-degannya luar biasa, tapi saat
akhirnya berhasil menjalankan tugas, semua perjuangan itu terbayar,” ungkapnya
sambil tersenyum lega.
Bagi Aisya, pengalaman ini tidak hanya sekadar menjadi pengibar bendera, melainkan juga pelajaran hidup tentang arti kedisiplinan, tanggung jawab, serta rasa cinta tanah air. Ia mengaku sangat terharu karena orang tuanya merasa bangga atas pencapaiannya.
“Orang tua seneng banget, sampai
nangis lihat saya di lapangan. Itu jadi kebahagiaan tersendiri,” katanya.
Di balik kisah Aisya, terdapat kerja keras tim pembina Paskibraka Kota Cimahi. Muhammad Rimas Faizi, Direktur Latihan Paskibraka 2025, menuturkan bahwa seluruh anggota tahun ini adalah wajah-wajah baru.
Tantangan
terbesar justru terletak pada upaya menyatukan perbedaan karakter, ego, dan
latar belakang para peserta yang datang dari berbagai sekolah SMA, SMK, hingga
MA dan pesantren.
“Awalnya mereka punya cara berpikir sendiri-sendiri, ada
ego, ada perbedaan pengetahuan. Tugas kami adalah menyatukan mereka menjadi
sebuah tim yang solid. Itu yang paling menantang. Tapi kini, mereka sudah bisa
menunjukkan kualitas terbaiknya,” ujar Rimas dengan penuh kebanggaan.
Menurut Rimas, total anggota Paskibraka Cimahi 2025 berjumlah 40 orang, terdiri dari 38 yang bertugas di Cimahi dan dua orang lainnya yang dikirim sebagai perwakilan Jawa Barat.
Semua berasal dari siswa
kelas 10 dengan rentang usia 16–18 tahun, yang dinilai sebagai usia ideal untuk
membentuk karakter dan jiwa kepemimpinan.
Rimas menambahkan, momentum tahun ini juga memiliki arti khusus. Perayaan HUT RI ke-80 di Cimahi dinilai berlangsung sangat megah dan penuh pembaruan.
Selain kemeriahan acara, kehadiran Paskibraka menjadi simbol
penting regenerasi generasi muda yang siap mengisi kemerdekaan dengan semangat
baru.
“Menurut saya, perayaan tahun ini sangat baik dan sangat
megah. Anak-anak ini adalah wujud nyata dari proses regenerasi yang sehat.
Mereka tidak hanya bertugas di lapangan, tapi juga belajar tentang arti
kebersamaan, tanggung jawab, dan nasionalisme,” tegasnya.
Kisah Aisya dan rekan-rekannya di Paskibraka Cimahi menjadi bukti bahwa di balik prosesi formal pengibaran bendera, terdapat cerita inspiratif tentang dedikasi, disiplin, dan kerja keras generasi muda.
Tugas itu
bukan sekadar simbol, melainkan juga perjalanan panjang yang menempa mereka
untuk menjadi pemimpin masa depan bangsa. (SAT)
0 Komentar