Ketika Budaya Terlupakan, Seorang Polisi di Cimahi Bangun Sanggar untuk Kawih Sunda

Ketika Budaya Terlupakan, Seorang Polisi di Cimahi Bangun Sanggar untuk Kawih Sunda

SURAT KABAR, CIMAHI - Di tengah arus modernisasi yang deras menggerus budaya lokal, Aipda Mepi Pritama Agudarisman memilih jalan berbeda. 

Polisi yang sehari-hari bertugas sebagai Kepala Seksi Humas Polsek Cipatat, Polres Cimahi, ini memutuskan untuk terjun langsung dalam upaya pelestarian kawih Sunda salah satu seni tradisi yang mulai jarang disentuh generasi muda.

Bukan sekadar hobi atau pelarian dari rutinitas tugas di lapangan, Mepi sedang membangun sebuah sanggar seni bernama Wirahma SekarSari, yang ia harapkan menjadi ruang regenerasi budaya. 

Di sanggar ini, anak-anak muda diajak untuk belajar menyanyikan kawih Sunda, memainkan alat musik tradisional seperti kecapi dan suling, hingga memahami nilai-nilai budaya lokal yang menyertainya.

“Sejak kecil saya sudah akrab dengan seni Sunda. Almarhumah ibu saya guru kawih, dari beliaulah saya belajar dasar-dasarnya,” ujar Mepi saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Padasuka, Kota Cimahi, Jumat (1/8/2025).

Apa yang dilakukan Mepi bukan hal biasa. Di tengah citra institusi kepolisian yang lekat dengan pendekatan represif dan protokol ketat, ia memilih jalur kultural yang lebih halus namun menyentuh akar masyarakat. 

Dalam waktu senggangnya sebagai anggota kepolisian, ia aktif bermusik bersama rekan-rekan seniman, menyanyikan kawih yang mengandung nilai filosofi dan refleksi kehidupan.

“Saya ingin ada tempat bagi anak-anak muda untuk mengenal seni kawih dan musik tradisional lainnya. Semoga ke depan lahir generasi penerus yang bangga pada budayanya,” ungkapnya.

Di balik langkah Mepi, ada kegelisahan nyata: budaya Sunda kian terpinggirkan di tengah ekspansi budaya populer dan gaya hidup digital. 

Ia melihat minimnya ruang dan ketertarikan dari generasi muda untuk menggali akar budaya sendiri. Inilah yang menjadi dasar keinginannya membentuk sanggar bukan sekadar tempat belajar seni, tetapi ruang hidup yang mendekatkan anak muda pada identitas lokalnya.

“Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” katanya, menegaskan alasan di balik inisiatifnya.

Sanggar Wirahma Sekar Sari dirancang menjadi lebih dari tempat latihan. Mepi berharap sanggar ini bisa menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah di sekitar Cimahi dan Bandung Barat, menjadi pusat kegiatan ekstrakurikuler berbasis budaya. 

Ia sedang menjajaki kolaborasi dengan guru-guru seni dan kepala sekolah agar sanggar ini dapat berperan dalam kurikulum pendidikan nonformal.

Langkah tersebut bukan tanpa tantangan. Minimnya dukungan dana dan kurangnya perhatian terhadap pelestarian budaya membuat sanggar seperti ini berjalan dengan banyak keterbatasan. 

Namun Mepi tetap optimis. Ia percaya, di balik nada dan irama kawih, ada kekuatan yang mampu menumbuhkan cinta pada tanah air dan merawat jati diri bangsa.

“Menjadi polisi bukan berarti harus meninggalkan seni. Justru dari seni, saya belajar tentang ketenangan, kedisiplinan, dan rasa hormat,” tuturnya sambil memetik kecapi, suara petikannya menyatu dengan kesunyian sore di teras rumahnya simbol keteguhan dalam menjaga harmoni, baik di jalanan maupun dalam urusan kebudayaan. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar