Di Tengah Sorak Sorai Oasis Live 2025, Liam dan Noel Gallagher Masih Menyimpan Jarak?

 
Di Tengah Sorak Sorai Oasis Live 2025, Liam dan Noel Gallagher Masih Menyimpan Jarak?

SURAT KABAR - Sudah lebih dari satu dekade sejak Oasis terakhir kali tampil bersama. Sejak perpecahan mereka di belakang panggung Paris tahun 2009, nama Oasis selalu hadir dalam dua bentuk: musik legendaris dan konflik dua saudara yang tak kunjung reda. 

Maka saat kabar reuni lewat Oasis Live ’25 Tour merebak, satu pertanyaan langsung muncul: benarkah Liam dan Noel Gallagher akhirnya berdamai?

Jumat, 4 Juli 2025, di Principality Stadium, Cardiff, dua wajah yang dulu akrab muncul kembali di atas panggung. Tidak hanya sebagai legenda Britpop, tetapi juga sebagai dua manusia yang selama bertahun-tahun saling melempar sindiran pedas di media sosial dan wawancara.

Ketika Oasis membuka konser dengan lagu “Hello”, ekspresi Liam tampak penuh energi. Ia melangkah pasti ke tengah panggung, dengan sorot mata seperti menyapu satu per satu wajah penonton. Di belakangnya, Noel berdiri sedikit lebih tenang. 

Tak banyak senyum, tak banyak gerak. Tapi ada satu momen yang mencuri perhatian: saat lagu ketiga selesai, Liam menghampiri Noel, lalu dengan setengah canggung merangkul bahunya.

Penonton bersorak. Kamera langsung membidik momen itu. Apakah itu pelukan damai?

Momen itu memang terasa besar, karena ini adalah dua saudara yang selama 16 tahun seperti tak bisa akur lebih dari lima menit. Tapi jika diamati lebih dalam, pelukan tersebut terasa… kaku. Liam menepuk punggung Noel singkat, lalu berjalan lagi ke depan panggung. Noel hanya tersenyum kecil, tanpa ekspresi yang benar-benar terbuka.

Mereka kemudian melanjutkan konser seperti biasa, membawakan lagu-lagu klasik Oasis seperti “Some Might Say”, “Morning Glory”, hingga “Live Forever”. Vokal Liam terdengar stabil, sedikit lebih dewasa, tapi tetap tajam. Sementara Noel tetap solid di balik gitarnya. Kompak? Ya. Tapi damai? Belum tentu.

Beberapa kali terlihat Liam berusaha membuka ruang komunikasi. Seperti saat ia melirik Noel saat menyanyikan “Cigarettes & Alcohol” dan tersenyum kecil, atau saat ia memberi isyarat angkat jempol ke arah Noel setelah “Supersonic”. Namun respons Noel cenderung datar. Tidak dingin, tapi juga tidak hangat.

Ada satu momen emosional yang benar-benar terasa jujur bukan dibuat-buat untuk penonton. Saat menyanyikan “Don’t Look Back In Anger”, Noel mengambil alih vokal dan kamera besar menyorot wajahnya. Di layar lebar, tampak matanya sedikit berkaca-kaca. 

Liam berdiri diam di sisi panggung, menatap penonton, tak berkata apa pun. Lagu itu adalah simbol perdamaian dalam banyak hal. Tapi malam itu, lagu itu justru terasa seperti penutup yang menggantung.

Setelah konser selesai, tidak ada pelukan besar. Tidak ada pernyataan khusus. Liam hanya berkata, “Terima kasih, kami Oasis.” Noel melambaikan tangan sebentar lalu turun panggung.

Apakah mereka sudah benar-benar berdamai? Atau semua ini hanya sementara, sekadar menyatukan dua nama besar demi konser nostalgia?

Yang pasti, panggung tidak pernah bisa menyembunyikan semuanya. Mimik wajah, bahasa tubuh, bahkan keheningan antar-lagu bisa jadi tanda. Dan dari yang terlihat malam itu, keduanya sedang mencoba. 

Mungkin belum sepenuhnya saling memaafkan, tapi setidaknya mereka sudah mau berbagi panggung lagi. Dan itu bukan hal kecil, mengingat sejarah kelam yang mereka punya.

Reuni Oasis ini bukan hanya soal kembali bernyanyi bersama. Tapi juga tentang keberanian membuka lembaran lama, meski belum tahu bagaimana akhirnya. Bagi penggemar, ini adalah momen haru. Bagi Liam dan Noel, ini bisa jadi langkah pertama menuju damai. Atau bisa juga, hanya sekadar pertunjukan.

Yang jelas, pelukan di panggung itu menyimpan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar