SURAT KABAR, BANDUNG– Di balik kemajuan zaman yang kian cepat, kemampuan berpikir kritis dan inovatif menjadi mata uang baru dalam kepemimpinan. Kampus UT Bandung tampaknya menyadari betul hal ini.
Kampus UT Bandung itu menggelar pelatihan kepemimpinan bagi para mahasiswa aktif dengan tema 'Integrating Critical Thinking and Innovation in Leadership' di Aula UT Bandung, dihadiri oleh Mahasiswa aktif di Kampus UT Bandung, duta Marketing dan Ormawa, Rabu, 4 Juni 2025.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Direktur Kampus UT Bandung, Drs. Enceng, dan dilanjutkan dengan sesi berbobot dari narasumber, Fathanah Fitria Mustari akrab disapa Kak Hanabyang dikenal sebagai fasilitator muda yang kerap mengedepankan pendekatan reflektif dan transformatif. Ia tidak tampil sendiri. Pelatihan juga dimeriahkan dengan sesi ice breaking dan afirmasi diri yang dipandu oleh Diandra Aulia.
"Saya adalah individu yang sedang bertumbuh," ucap Hana membuka sesi, yang langsung disambut hening reflektif dari para peserta.
Pelatihan itu tak sekadar menjejali teori. Para peserta diajak menggali ulang esensi kepemimpinan yang tidak hanya soal memberi arahan, tetapi soal menciptakan ruang aman untuk tumbuh bersama.
"Untuk menjadi pemimpin yang berdampak, kita harus punya empati dan kepekaan sosial," ujar Hana dalam salah satu sesi.
Kepemimpinan, katanya, bukan soal talenta yang dibawa sejak lahir. Ia menekankan pentingnya growth mindsetbpola pikir yang terbuka terhadap pembelajaran dan tidak takut salah.
"Pemimpin besar tak takut mencoba, mereka mengasah intuisi lewat berpikir kritis dan kemampuan menyederhanakan masalah kompleks," ujarnya.
Hana juga membedah teknik berpikir kritis seperti Socratic Questioning dan Root Cause Analysis (5 Whys) untuk membantu mahasiswa menelusuri akar persoalan secara sistematis.
Lewat contoh konkret seperti keterlambatan mahasiswa masuk kelas, peserta diajak mengurai sebab hingga ke akar bukan sekadar menilai gejala.
"Problem solving bukan kerja solo. Ini kerja kolektif, melibatkan perspektif tim, bukan ego personal," kata Hana.
Ia menegaskan pentingnya identifikasi masalah secara tepat sebelum bertindak.
"Analisis dulu, aksi kemudian. Jangan berhenti di 'oke', tapi terus tanya bisa lebih baik?," jelasnya.
Pelatihan pun diwarnai sesi dinamis seperti group discussion, human gallery walk, dan ice breaking lanjutan. Tak hanya melatih logika, tetapi juga keberanian untuk menyuarakan ide dan mencoba solusi baru.
Salah satu figur pemimpin inspiratif yang dibahas dalam pelatihan ini adalah Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru.
Gaya kepemimpinannya yang humanis dan komunikatif selama pandemi Covid-19 dijadikan contoh konkret akan pentingnya transparansi dan empati dalam memimpin.
Hana juga memperkenalkan prinsip Lean in Action gagasan kepemimpinan yang berangkat dari langkah kecil dan berkelanjutan.
"Mulai dari ide sederhana, uji coba dalam skala kecil, ukur hasilnya, dan kembangkan jika efektif," kata Hana sembari menunjukkan matriks Impact-Effort sebagai alat bantu pengambilan keputusan yang bijak.
"Pilihlah pertempuran yang benar-benar berdampak, bukan yang hanya membuatmu lelah," pesannya, menutup sesi dengan kalimat yang lebih terasa sebagai ajakan batin. (SAT)
0 Komentar