Warga Bingung Memilah Sampah, Perbanusa Desak Evaluasi Serius dan Ajak Pemerintah Kolaborasi

Penumpukan Sampah di Sudut Kota Cimahi

SURAT KABAR, CIMAHI - Pemerintah Kota Cimahi belum menyediakan tempat sampah di setiap sudut kota. Alasannya, tempat sampah umum kerap dimanfaatkan sebagian warga untuk membuang sampah secara sembarangan tanpa memilah jenisnya.

“Daripada dimanfaatkan sembarangan, lebih baik pengelolaan dikembalikan ke RT dan RW,” kata Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudhistira, beberapa waktu lalu. 

Menurut dia, pengelolaan sampah rumah tangga kini dilakukan melalui sistem koordinasi lingkungan, dengan skema pengumpulan yang mengikuti kalender sampah organik dan anorganik.

Sejak 14 Mei 2025, seluruh Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Cimahi kembali dioperasikan. 

Namun, pengelolaannya kini dilakukan lebih ketat dengan menerapkan hari khusus pembuangan sampah berdasarkan jenisnya.

Pengalaman selama masa darurat sampah menjadi acuan kebijakan ini. Pemerintah menemukan bahwa volume sampah dapat ditekan secara signifikan bila warga didorong memilah sejak dari rumah.

“Awalnya hanya bisa kita tekan 40 hingga 45 persen, ternyata bisa sampai 70 persen,” ujar Adhitia.

Namun, sistem yang dianggap progresif ini menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanusa) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan, mengatakan belum semua warga memahami cara memilah sampah sesuai hari dan jenisnya.

“Boleh jadi masyarakat belum dilihat sebagai subjek sekaligus objek. Maka perlu evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kontributor lapangan ketika program Ompimpah mulai dicanangkan,” ucap Wahyu, Minggu, 25 Mei 2025.

Menurut Wahyu, penyampaian informasi kepada masyarakat harus dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Ia menyebut komunikasi sebagai seni yang menentukan apakah pesan tersampaikan atau tidak.

“Boleh jadi ada edukator yang sudah menyampaikan, tapi pesannya tidak sampai. Ini soal kualitas edukator,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal kuantitas edukator yang belum mencukupi. Tak semua lingkungan menerima penyuluhan secara merata. 

Namun, menurutnya, masalah mendasarnya bukan sekadar pada informasi yang diberikan, melainkan bagaimana menjadikan informasi itu sebagai inspirasi.

“Informasi membuat orang tahu, tapi inspirasi membuat orang berubah. Seyogyanya, proporsi pesan dari edukator lebih besar pada sisi inspiratif ketimbang informatif,” tuturnya.

Wahyu menilai selama ini banyak pendekatan komunikasi yang hanya menuntut warga tahu, tanpa memberi daya dorong untuk bertindak atau berubah.

“Kalau ini yang menjadi persoalan, kami siap membantu SKPD terkait agar bank sampah unit bisa hadir di seluruh RW 312 RW yang ada dan aktif mengedukasi warga. Target kami, 80 persen warga Cimahi mampu mengelola sampahnya sendiri,” katanya.

Wahyu juga berharap penyampaian informasi kepada masyarakat tidak lagi menggunakan pendekatan lama yang standar, melainkan mengacu pada praktik terbaik saat ini.

“Kami menyambut gembira bila Dinas Lingkungan Hidup bersedia berkolaborasi demi perubahan nyata,” ujarnya.

Terkait kebijakan hari organik dan anorganik, Wahyu menyarankan agar formula itu tidak menjadi aturan baku. Ia menilai komposisi hari pembuangan bisa diubah sesuai efektivitas edukasi yang dijalankan.

“Kalau edukasi berjalan efektif, jumlah hari pembuangan organik bisa dikurangi, sedangkan hari anorganik bisa ditambah atau divariasikan,” ujarnya menutup pembicaraan. (SAT) 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar