Penahanan Mahasiswi ITB Pembuat Meme Jokowi-Prabowo Picu Kritik: Negara Dinilai Antikritik, Istana Minta Pembinaan

Penahanan Mahasiswi ITB Pembuat Meme Jokowi-Prabowo Picu Kritik: Negara Dinilai Antikritik, Istana Minta Pembinaan

SURAT KABAR - Langkah Polri menahan SSS, mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang membuat meme Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto tengah berciuman, memantik gelombang kritik dari berbagai pihak. 

Meme berbasis kecerdasan buatan (AI) itu viral di platform X, namun alih-alih hanya menjadi kontroversi di ruang digital, unggahan tersebut berujung pada jerat hukum yang kini menyeret kebebasan berekspresi ke ruang pengadilan.

SSS dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan tuduhan menyebarkan konten elektronik bermuatan pelanggaran kesusilaan dan pemalsuan data elektronik.

Penahanan ini mengundang polemik dan sorotan publik luas, terlebih di kalangan aktivis dan mahasiswa, yang menilai negara telah melangkah terlalu jauh dalam merespons ekspresi satir.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, menyebut penangkapan tersebut sebagai bentuk nyata pembungkaman suara kritis mahasiswa.

"Ini kan bagian dari pembungkaman suara kritis mahasiswa di masyarakat. Kita kaget, pihak-pihak penegak hukum langsung menangkap dan langsung menjadikan tersangka mahasiswa,” ujar Herianto, Sabtu (10/5/2025)..

Sikap keras negara terhadap ekspresi satire ini juga dikritik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Kepala Divisi Hukum Kontras, Andrie Yunus, menilai penangkapan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi yang tidak selaras dengan prinsip perlindungan hak-hak sipil.

“Kami menilai dalam konteks kebebasan berpendapat, polisi telah melakukan kriminalisasi terhadap mahasiswa ITB. Kasus ini menunjukkan bahwa negara anti-kritik,” ujar Andrie pada Sabtu.

Ia juga menyoroti penggunaan pasal-pasal dalam UU ITE yang kerap dimanfaatkan sebagai alat represi terhadap kebebasan berpendapat.

“Polisi mencari celah pasal untuk membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat,” katanya.

Andrie menyampaikan bahwa dalam sistem hukum hak asasi manusia, lembaga negara termasuk Presiden bukan entitas yang reputasinya harus dilindungi dengan kriminalisasi kritik. Menurutnya, peran polisi sebagai pelindung masyarakat kini dipertanyakan, sebab langkah penahanan justru berlawanan dengan semangat demokrasi yang dijamin dalam konstitusi.

Seruan Pembinaan, Bukan Hukuman

Sementara itu, suara berbeda datang dari lingkaran Istana. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa mahasiswi tersebut sebaiknya tidak dihukum, melainkan diberi pembinaan. Ia menilai tindakan SSS sebagai bagian dari semangat muda yang berlebihan, dan tidak selayaknya langsung disikapi dengan pendekatan hukum.

"Ya kalau ada pasal-pasalnya kita serahkan ke polisi, tapi kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda ya mungkin ada semangat-semangat yang telanjur, ya mungkin lebih baik dibina, karena masih sangat muda, bisa dibina bukan dihukum gitu," kata Hasan di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Hasan menekankan, apabila kasus ini lebih kepada ekspresi atau pendapat, maka pendekatannya harus bersifat edukatif, bukan represif. Namun, ia juga tak menampik bahwa jika ditemukan unsur pidana yang kuat, proses hukum tetap menjadi ranah penegak hukum.

"Ya, kecuali ada soal hukumnya. Kalau soal hukumnya kita serahkan saja itu kepada penegak hukum, tapi kalau karena pendapat, karena ekspresi itu sebaiknya diberi pemahaman dan pembinaan saja, bukan dihukum gitu," ujarnya.

Pandangan Hasan mendapat dukungan dari pihak ITB, yang tengah berkoordinasi dengan kepolisian. Kampus menilai bahwa pendekatan pembinaan lebih relevan, mengingat usia dan latar belakang pendidikan SSS. Melalui perantara kampus, keluarga mahasiswi juga telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas tindakan anak mereka. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar