SURAT KABAR, KBB – Desa Sariwangi yang terletak di wilayah perlintasan antara Kota Bandung dan Kota Cimahi dinilai akan menjadi wajah baru Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (Pemkab KBB) dalam menunjukkan kesiapannya melayani kebutuhan warganya.
Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanusa) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan, menyatakan bahwa perubahan di Desa Sariwangi akan mencerminkan keseriusan Pemkab KBB dalam merespons persoalan-persoalan mendasar masyarakat.
Ia menyebut, desa ini bisa menjadi semacam teras depan yang merepresentasikan kualitas pelayanan dan kesigapan pemerintah daerah di mata publik.
“Jika Desa Sariwangi berubah, itu akan membantu persepsi publik, bahwasanya Pemkab Bandung Barat kali ini sudah berbeda. Jika tidak ada perubahan, maka kita tahu masih seperti inilah sikap Pemkab Bandung Barat terhadap warganya,” kata Wahyu saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu, 31 Mei 2025.
Menurut Wahyu, ada tiga pekerjaan rumah utama yang harus segera ditangani oleh Pemkab Bandung Barat bersama kepala desa Sariwangi. Pertama, penanganan sampah yang tuntas.
Kedua, katanya, pembangunan sistem drainase yang memadai di seluruh wilayah.
"Ketiga, menjaga serta menambah daerah resapan air agar hujan tidak hanya menghasilkan air larian yang berpotensi menimbulkan banjir," bebernya.
Ia menegaskan, perubahan tidak perlu selalu menunggu langkah dari Pemkab Bandung Barat.
Pendekatan pragmatis dari warga desa juga sangat penting untuk mendorong terciptanya perubahan nyata.
“Agar nama desa ini memang wangi untuk menjadi etalase perubahan peradaban yang semakin berkualitas dari warga Kabupaten Bandung Barat,” ujarnya.
Wahyu menyarankan agar Pemkab KBB meniru langkah Pemerintah Kota Cimahi dalam urusan pengelolaan sampah.
Di Cimahi, sambung Wahyu, sebagian kewenangan pengelolaan sampah telah dilimpahkan kepada camat. Pengelolaan tersebut bahkan menjadi bagian dari indikator kinerja camat dan lurah.
Meskipun indikator kinerja kepala desa berbeda dengan lurah, menurutnya, pendekatan serupa bisa mulai diterapkan di Kabupaten Bandung Barat.
Ia juga menilai pentingnya pelimpahan kewenangan tambahan kepada kepala desa, terutama dalam penanganan normalisasi drainase, pengajuan drainase baru, hingga revitalisasi saluran air dengan ukuran yang lebih besar.
Jika tantangan terbesar terletak pada keterbatasan anggaran, Wahyu menyarankan agar pemerintah menggandeng para pengembang perumahan yang cukup banyak di Desa Sariwangi untuk terlibat dalam membangun infrastruktur dasar yang terintegrasi.
“Bagaimana membangun sebuah infrastruktur yang terintegrasi antara desa dan pengembang di wilayahnya masing-masing. Agar citra perumahan yang dibangun makin baik di mata pembeli serta calon pembeli rumah,” ujarnya.
Wahyu menyoroti jumlah penduduk Desa Sariwangi yang kini mencapai lebih dari 17.000 jiwa, menghasilkan potensi timbulan sampah harian lebih dari 10 ton.
Jika tidak ditangani dengan sistematis, sampah-sampah ini berpotensi tercecer ke saluran air, pinggir jalan, atau menjadi titik-titik sampah liar yang bisa mengganggu aliran air saat hujan.
“Sebagian sampah ini dapat tercecer di drainase, pinggir jalan sebagai titik sampah liar, dipastikan akan mengganggu proses air larian saat hujan,” ujarnya.
Ia menilai bahwa keberadaan tempat pengolahan sampah sementara atau TPS menjadi hal yang mendesak di Desa Sariwangi.
Setidaknya dibutuhkan TPS seluas 200 meter persegi yang dapat menampung dan mengelola sampah warga sebelum diangkut lebih lanjut.
“Setidaknya, Desa Sariwangi perlu ada TPS dengan luasan 200 meter persegi, yang mampu menjadi tempat sementara collecting sampah warga,” tegas Wahyu. (SAT)
0 Komentar