BANDUNG, SURAT KABAR - Di tengah situasi darurat sampah yang masih membayangi Kota Bandung akibat pembatasan kuota pembuangan ke Tempat Pengolahan Sampah Sarimukti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, persoalan tumpukan sampah kini menjadi pemandangan yang kian akrab di sejumlah sudut kota.
Dari hari ke hari, volume sampah yang tak terangkut kian menggunung, menghadirkan ancaman nyata bagi kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Memasuki tahun 2025, Kota Bandung hanya mendapat izin membuang 981 ton sampah per hari ke Sarimukti. Angka ini jauh menyusut dibandingkan kapasitas sebelumnya yang mencapai 1.200 ton per hari. Selisih itulah yang kini menjadi persoalan serius.
Sekitar 200 hingga 300 ton sampah per hari terpaksa tertahan di dalam kota, memicu penumpukan di berbagai titik.
Di tengah keterbatasan tersebut, tumbuh kesadaran baru di masyarakat. Sampah tak lagi semata dipandang sebagai sisa buangan, tetapi mulai dilihat sebagai sesuatu yang dapat diolah dan bahkan menggerakkan roda ekonomi.
Berbagai inisiatif pun bermunculan, seiring dorongan Pemerintah Kota Bandung yang terus menggencarkan sosialisasi pentingnya pengelolaan dan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga.
Hal itu juga ditegaskan oleh Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, yang mengatakan bahwa urusan sampah tidak bisa lagi hanya dibebankan kepada pemerintah. Kesadaran dan partisipasi aktif warga menjadi kunci utama untuk memutus lingkaran persoalan yang tak kunjung usai.
Di balik upaya besar itu, sebuah gerakan sederhana terus berjalan dengan konsisten di lingkungan warga. Tepat di Bale RW, RT 03, RW 03, Kelurahan Antapani Kulon, Kecamatan Antapani, berdiri Bank Sampah Sahabat Jemput Sampah, yang sejak 2016 menjadi ruang belajar, ruang bertukar, sekaligus ruang harapan dalam mengelola sampah.
Kepala Bank Sampah Sahabat Jemput Sampah, Dedi mengenang awal berdirinya bank sampah tersebut yang bermula dari kegiatan pengabdian masyarakat pascasarjana Universitas Padjadjaran.
"Terus sampai sekarang terus berjalan dari tingkat RT sekarang alhamdulillah jadi tingkat RW," kata Dedi.
Menurut Dedi, keberadaan bank sampah ini sejalan dengan arahan pemerintah yang kini tengah kewalahan dalam mengelola tumpukan sampah di Sarimukti.
"Akhirnya kita ada apa tujuannya, kebetulan saya juga ingin mendirikan bank sampah. Dan alhamdulillah dilaksanakan dengan walaupun sedikit, sedikit terjadi di bukit," ujarnya.
Dalam praktiknya, Bank Sampah Sahabat Jemput Sampah beroperasi sebulan sekali. Meski terbilang jarang, Dedi menegaskan bahwa sistem pemilahan dilakukan langsung dari rumah masing-masing warga.
"Jadi kan sekarang alhamdulillah kita kan punya tabungan masing-masing, sampai begitulah rutinitasnya," terangnya.
Perubahan paling terasa, menurut Dedi, bukan semata pada berkurangnya timbunan sampah, tetapi juga hadirnya perputaran ekonomi kecil di tengah masyarakat.
"Positifnya ya, alhamdulillah lah, bisa silaturahmi. Juga dari hasil bank sampah ini bisa tiap orang bisa dapat cuan lah," kata Dedi.
Respons warga pada awal berdirinya bank sampah ini pun terbilang positif. Namun Dedi tak menampik, masih ada sebagian warga yang belum terbiasa memilah sampah dari rumah.
"Awal-awalnya mah positif. Positif, siap ya, gitu. Alhamdulillah. Cuma ya, begitulah. Ada yang siap, ada yang enggak mau karena kan harus milah sendiri," tuturnya.
Sampah-sampah yang telah terkumpul kemudian dicatat sebagai tabungan di bank sampah. Hasil akhirnya ditampung lebih lanjut oleh pihak bank sampah dan DLHK Bandung untuk diproses lebih lanjut.
"Ini bank (sampah), karena kan kami hanya mengumpulkan di sini, dapat tabungan bank sampah. Nanti bank sampah mungkin yang memprosesnya, memutar memutar prosesnya," ucapnya.
Menutup perbincangan, Dedi menitipkan pesan sederhana kepada warga agar semangat memilah dan mengelola sampah terus tumbuh dari rumah masing-masing.
"Ya, yang harus disampaikan, saya mah ingin apa, ke masyarakat untuk lebih giat lagi. Gitu, iya, untuk lebih giat lagi, lebih banyak, lebih bagus," ujarnya menutup. (SAT)





Posting Komentar
Posting Komentar