SURAT KABAR, CIMAHI – Peringatan Hari Anak Nasional dan Hari Keluarga Nasional di Kota Cimahi dirayakan meriah oleh lebih dari 500 siswa-siswi. Namun di balik semarak perayaan yang digelar di Lapangan Techno Park, Selasa, 29 Juli 2025, Wali Kota Cimahi Ngatiyana mengangkat isu serius, yaitu meningkatnya kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual.
Dalam acara yang diselenggarakan Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) bersama seluruh perangkat daerah itu, Ngatiyana menekankan pentingnya disiplin dan pengawasan orang tua terhadap anak.
“Disiplin pulang maupun disiplin masuk sekolah. Kemudian jam 9 malam harus sudah ada di rumah, tidak boleh ke mana-mana, belajar di rumah. Masuk jam 6.30 ya kita berangkat, 6.30 harus sudah ada di sekolah,” ujar Ngatiyana di hadapan para awak media.
Menurutnya, anak-anak harus ditanamkan kedisiplinan sejak dini, termasuk dalam menggunakan waktu secara bijak.
“Kalau sudah diajari mulai jam 6.30 sudah belajar dan sebagainya, itu adalah menandakan kedisiplinan sudah masuk di dalam sanubarinya,” ujarnya.
Ngatiyana juga menyoroti maraknya penggunaan media sosial dan gawai di kalangan pelajar yang kerap tidak terkontrol. Ia meminta agar para orang tua dan guru lebih aktif melakukan pengawasan.
“Karena itu akan berpengaruh juga, sehingga harus perlu diwaspadai. Jangan terlalu terlena anak-anak kita ini. Harus kita cek. Jangan sampai kalau malam hari menggunakan handphone sampai malam dan orang tua tidak tahu,” kata Ngatiyana.
Ia mengingatkan, dampak penggunaan media sosial yang berlebihan tidak hanya pada kesehatan fisik anak, tetapi juga berpengaruh terhadap pemikiran dan kondisi emosional mereka.
“Ini harus disiplin. Orang tua cek and check terhadap anak-anaknya kita semuanya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Kota Cimahi, Fitriani Manan, mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Cimahi masih didominasi oleh kekerasan seksual. Ia menyebutkan bahwa pendampingan psikologis menjadi fokus utama dalam menangani para korban.
“Karena memang kekerasan seksual itu kalau tidak kita dampingi, psikologisnya mungkin akan terwawas,” ujar Fitriani.
Fitriani menjelaskan, korban kekerasan seksual bisa mengalami berbagai dampak psikologis, mulai dari minder, trauma mendalam, hingga perubahan perilaku ekstrem. Karena itu, pendampingan yang berkelanjutan sangat penting.
“Makanya harus terus didampingi, korban-korban kekerasan seksual itu harus selalu didampingi,” ujarnya.
Mirisnya, kasus kekerasan tersebut tidak hanya terjadi pada anak perempuan, tapi juga anak laki-laki. Ia menyebutkan bahwa sebagian besar kasus terjadi di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, meskipun beberapa juga ditemukan di lingkungan sekolah.
“Pernah terjadi di sekolah juga. Jadi untuk mengantisipasi itu, pihak sekolah juga sudah membentuk tim di setiap sekolah,” ungkap Fitriani.
Tim pengawasan di satuan pendidikan kini telah dibentuk untuk mendeteksi dan menangani berbagai bentuk kekerasan di lingkungan sekolah. DP3AP2KB juga menggandeng Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai mitra strategis dalam menangani kasus perundungan maupun kekerasan ringan.
“Misalnya ada anak-anak yang kalau korban itu ke P2TP2A. Tapi kalau misalnya yang baru dibully-bully yang seperti itu, ya kita ke pusat pembelajaran keluarga,” tambahnya.
Namun, tidak semua korban berani berbicara. Fitriani mengakui bahwa pelaku kekerasan sering kali berasal dari lingkungan terdekat korban, mulai dari keluarga hingga sekolah. Hal ini membuat banyak korban memilih diam.
“Mereka kebanyakan tutup mulut, tidak berani speak up,” ujar Fitriani.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya bertugas mengembalikan fungsi sosial dan psikologis anak-anak korban kekerasan, tapi juga mendampingi mereka jika ingin membawa kasus ke ranah hukum.
“Nah ini tugas kami, selain mengembalikan fungsi sosialnya, mengembalikan psikologisnya, juga memberikan motivasi. Kalau memang mau dibawa ke ranah yang lebih tinggi, ke ranah hukum, kami siap mendampingi,” tutup Fitriani. (SAT)
0 Komentar