Perbanusa Cimahi Soroti Regulasi yang Abaikan Mikroplastik

Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanusa) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan


SURAT KABAR, CIMAHI - 
Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanusa) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan, menyoroti bahaya mikroplastik yang hingga kini belum dianggap sebagai ancaman serius oleh pemerintah. 

Menurutnya, lemahnya regulasi menjadi bukti bahwa negara belum siap menghadapi dampak mikroplastik terhadap lingkungan maupun kesehatan.

"Negara ini belum siap menghadapi mikroplastik. Sampai hari ini, mikroplastik belum dimasukkan ke dalam indikator uji dalam berbagai regulasi,” kata Wahyu saat di konfirmasi via telefon, Jum'at (6/6/25).

Wahyu menjelaskan bahwa mikroplastik kini ditemukan di udara dan air, termasuk dalam air lindi cairan hasil dekomposisi sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 

Namun, kata dia, air lindi yang dibuang ke badan air setelah melalui pengolahan di instalasi pengolahan air limbah (IPAL), belum diuji keberadaan mikroplastiknya. Hal ini dinilainya sangat berisiko.

“Seolah-olah air lindi itu aman, padahal bisa saja mengandung mikroplastik dan bahkan bakteri patogen seperti Escherichia coli. Tapi karena tidak menjadi indikator uji, ya dianggap tidak ada masalah,” ujarnya.

Wahyu menilai, ketidakhadiran mikroplastik dalam indikator uji regulasi justru membuka ruang pencemaran yang lebih luas. Apalagi, pembakaran plastik melalui metode insinerasi, terutama insinerator modular, dilakukan setiap hari, namun uji emisi hanya dilakukan enam bulan sekali.

“Bayangkan, plastik dibakar setiap hari, tapi gas-gas beracun yang dilepaskan seperti stiren dari polistiren dan dioksin dari PVC tidak terpantau maksimal,” katanya.

Ia menekankan bahwa peran pemerintah pusat sangat krusial dalam merevisi regulasi lingkungan. Menurutnya, regulasi harus memuat indikator uji baru, termasuk mikroplastik, logam berat, dan bakteri, agar masyarakat tidak terus-menerus terekspos pencemaran yang tak kasatmata.

Sekarang, tegasnya. Wahyu menyebut bahwa tema Hari Lingkungan Hidup tahun ini seharusnya menjadi momentum tepat untuk merevisi regulasi dan memperketat pengawasan terhadap dampak polusi plastik.

“Di mana-mana,” ujar Wahyu. 

Ia menyebut mikroplastik tak hanya hadir di air lindi dan udara, tapi juga dilepaskan melalui proses pembakaran plastik terbuka, seperti di tungku bakar rumah tangga atau fasilitas pengolahan yang tak memenuhi suhu standar.

Menurut Wahyu, cara paling bijak untuk menyelesaikan persoalan polusi plastik adalah dengan tidak membakar plastik sama sekali. 

Ia juga menyarankan pemerintah membuat daftar uji wajib yang lebih lengkap, tidak hanya mencakup tujuh parameter seperti saat ini.

"Kalau plastik dibakar, apalagi PVC dari label-label botol minuman yang banyak digunakan, maka kita bicara soal gas beracun yang dilepaskan ke udara, yang sangat berbahaya,” ucapnya.

Wahyu berharap, dalam lima tahun ke depan, semangat Ending Plastic Pollution tidak sekadar slogan. 

Ia meminta negara hadir dengan regulasi yang kuat, sains yang dijadikan acuan, dan tindakan nyata untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut.

"Mikroplastik itu kenyataan. Bahayanya nyata. Tapi selama tidak diatur dalam regulasi, ya akan terus diabaikan,” tutupnya. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar