CIMAHI, SURAT KABAR (Feature) – Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi yang semakin merambah kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan anak muda, Paguyuban Paku Sunda berdiri teguh dalam misinya melestarikan seni dan budaya tradisional Sunda di Kota Cimahi.
Berlokasi di Jl. Sentral No 166, Cimahi Utara, paguyuban ini aktif menjaga warisan leluhur melalui berbagai kegiatan seni tradisi, termasuk tari, musik, dan pencak silat.
Ketua Paguyuban Paku Sunda, Gani Abdul Rahman, mengungkapkan bahwa perkembangan seni budaya di Cimahi telah mengalami kemajuan dibanding beberapa tahun lalu, dengan kolaborasi bersama Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudparpora) serta Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
Baca Juga: Inovasi KWT Cimahi, Menyulap Sayuran Jadi Camilan Sehat untuk Anak dan Ibu Hamil
"Kesadaran budaya di Cimahi mulai meningkat, lebih banyak acara kesenian lokal yang dilaksanakan," ujar Gani saat ditemui pada Jumat (27/9/24).
Namun, di balik optimisme tersebut, Gani menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah memastikan regenerasi seni di kalangan generasi muda.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget, yang membuat perhatian mereka pada seni tradisi kian berkurang.
"Banyak anak yang lebih tertarik pada media sosial, dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami karena mereka terpapar budaya asing dengan cepat dan mudah melalui platform seperti YouTube," keluh Gani.
Untuk mengatasi hal ini, Paguyuban Paku Sunda mengedepankan pendidikan karakter berbasis budaya. Mereka aktif membuka sanggar dan padepokan untuk memberi ruang bagi anak muda mengasah bakat mereka dalam seni tradisional.
"Kami berharap pemerintah daerah dapat lebih banyak berperan, khususnya melalui program-program pendukung untuk seni tari, musik, dan pencak silat," tambah Gani.
Tidak hanya fokus pada pelatihan seni, paguyuban ini juga berupaya menghidupkan kembali tradisi warisan seperti Jamasan, Ngabungbang, dan Hajat Lembur yang semakin langka di Cimahi.
Ironisnya, saat diadakan kegiatan bersama anak-anak muda, Gani kerap mendapati bahwa banyak dari mereka bahkan tidak mengenal alat musik tradisional yang terbuat dari bambu.
"Dalam sebuah sesi latihan, banyak yang tidak mengenal angklung atau suling, ini sangat memprihatinkan," ujarnya.
Melalui dedikasi dan komitmennya, Paguyuban Paku Sunda tak kenal lelah memberikan pelatihan rutin untuk memperkenalkan serta melestarikan alat musik tradisional dan kesenian lainnya kepada generasi muda.
Meski demikian, Gani mengakui adanya dukungan dari pemerintah yang sudah mulai terlihat melalui berbagai event seni seperti Cimahi Menari, namun ia berharap agar ke depannya lebih banyak seniman lokal yang dilibatkan.
"Ada banyak komunitas seni di Cimahi, dari musik bambu hingga etnik. Jangan sampai hanya segelintir seniman yang mendapatkan pengakuan," pungkasnya.
Dengan terus menggali potensi seni tradisional di tengah modernisasi, Paguyuban Paku Sunda telah menjadi contoh inspiratif tentang bagaimana seni budaya dapat terus hidup dan berkembang di tengah tantangan zaman.