Kasus Perdagangan Bayi di Jabar, Komisi V DPRD Desak Perbaikan Ekonomi dan Evaluasi Perlindungan Anak

Ilustrasi Penculikan atau Perdagangan Bayi

SURAT KABAR, CIMAHI – Terungkapnya kasus perdagangan bayi di Jawa Barat oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jabar memantik keprihatinan di kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Siti Muntamah, menyebut kasus tersebut sebagai potret buram kondisi sosial yang masih membelit masyarakat, terutama berkaitan dengan kemiskinan ekstrem.

“Kami mengapresiasi langkah Polda Jabar dalam mengungkap praktik keji ini. Tapi di saat yang sama, kita harus jujur mengakui ini alarm bahaya bagi semua pihak,” ujar Siti saat ditemui di Bandung, Selasa 29 Juli 2025.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, kemiskinan ekstrem kerap menjadi akar kriminalitas, termasuk tindakan menjual bayi. Ia menilai, kondisi itu tak bisa dilepaskan dari tekanan ekonomi yang membuat sebagian warga kehilangan pijakan hidup.

“Perdagangan bayi adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi. Ini harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 mencatat, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mencapai 3,65 juta jiwa. Meski angka tersebut menurun 13,61 ribu jiwa dibandingkan September 2024, terdapat catatan penting: kemiskinan di wilayah perkotaan justru meningkat.

Pada September 2024, jumlah penduduk miskin di wilayah urban berada di angka 2,78 juta jiwa. Namun pada Maret 2025, angkanya naik menjadi 2,85 juta jiwa bertambah 66,02 ribu orang. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan sebesar 79,63 ribu jiwa.

Bagi Siti, tren peningkatan kemiskinan di kota ini tak bisa dianggap sepele. “Ketika tekanan hidup di perkotaan makin keras, kita harus waspada. Jangan sampai anak-anak kembali jadi korban,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku perdagangan bayi, sekaligus mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan anak di Jawa Barat.

“Perlu keberanian politik dan kemauan kuat untuk berinvestasi menyelesaikan akar-akar persoalan sosial ekonomi masyarakat,” katanya. “Kalau tidak, kasus serupa bisa saja terulang.”

Siti juga mengingatkan agar pendekatan penanganan kasus seperti ini tidak berhenti di ranah hukum semata. Menurutnya, negara harus hadir dalam bentuk sistem yang mampu mencegah warga jatuh dalam kubangan kriminalitas karena kemiskinan.

“Ini bukan hanya soal moralitas pelaku, tapi juga tentang kegagalan kita melindungi warga dari keterpurukan,” pungkasnya. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar